Webinar Estafet Sejarah : Semarang, Jejak Kota Niaga
Selain itu, Bapak Atno menjelaskan bahwa implementasi pembelajaran sejarah lokal dapat dilakukan melalui integrasi mata pelajaran sejarah dengan pendekatan project-based learning (PBL). Pendekatan ini memungkinkan proses pembelajaran disesuaikan dengan keunikan serta potensi sejarah lokal di masing-masing daerah, sehingga mampu menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna bagi siswa.
Diskusi dan Tanya Jawab
Pada sesi tanya jawab, Bapak Ulil dari SMAN 2 Ungaran mengajukan pertanyaan kritis terkait paparan Ibu Ika. Bapak Ulil menyampaikan bahwa upaya mengembalikan kebanggaan masyarakat Kota Semarang terhadap sejarah kotanya sering kali “jauh panggang dari api,” mengingat rendahnya pemahaman masyarakat terhadap sejarah lokal. Selain itu, ia menanyakan manfaat esensial dari peninggalan sejarah bagi masyarakat Semarang dan apakah ada program LPTK yang mendukung pelestarian, seperti konservasi dan revitalisasi bangunan bersejarah, dengan melibatkan guru dan siswa. Pertanyaan lain diajukan oleh Yeremia Satria, mahasiswa Magister S2 Ilmu Sejarah UNDIP, yang menyinggung tentang istilah “Mangkang” dan kaitannya dengan perdagangan.Tanggapan Narasumber
Bapak Atno, S.Pd., M.Pd., menjawab bahwa konservasi dan revitalisasi bangunan bersejarah tidak menjadi kewenangan jurusan pendidikan sejarah secara langsung dan secara dasar hukum belum ada. Ibu Ika Dewi Retno menanggapi pertanyaan terkait minimnya kebanggaan masyarakat terhadap sejarah Kota Semarang. Beliau mengungkapkan keprihatinannya karena sejarah lokal sering hanya dijadikan objek swafoto atau hiburan tanpa pemahaman esensial. Untuk membangun kesadaran sejarah, beliau mengusulkan beberapa langkah, seperti:
- Peran aktif guru sejarah dalam mengintegrasikan sejarah lokal ke dalam pembelajaran.
- Kolaborasi dengan pakar sejarah, arkeologi, geologi, maupun arsitektur untuk menggali dan mempopulerkan sejarah lokal.
- Pengintegrasian pembelajaran sejarah dengan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), misalnya dengan menugaskan siswa untuk mengunjungi situs bersejarah guna mempelajari dan merangkum sejarahnya.
Terkait pertanyaan Yeremia, Ibu Ika menjelaskan bahwa istilah “Mangkang” tidak berkaitan dengan aktivitas perdagangan. Berdasarkan kajian sejarah, wilayah perdagangan di Kota Semarang lebih terkait dengan area Bergota hingga Sam Poo Kong.
Webinar ini tidak hanya menjadi wadah diskusi, tetapi juga memperkuat peran sejarah lokal sebagai jembatan bagi masyarakat untuk memahami dan menghargai identitas kotanya.
Dokumentasi kegiatan
Gabung dalam percakapan