Pertemuan MGMP : "Menasionalkan Sejarah Lokal" oleh Ika Dewi Retno Sari, M.Pd

Pertemuan MGMP Sejarah Kota Semarang pada 2 Mei 2024 diagendakan untuk pelaksanaan halalbihalal serta pertemuan rutin membahas isu - isu terkini dalam pendidikan. Pada pertemuan ini ibu Ika Dewi Retno Sari, M.Pd dari SMAN 14 Semarang mengisi materi tentang "Sigarda dalam Pelestarian dan Pemajuan Kebudayaan" serta "Menasionalkan Sejarah Lokal". Dalam paparannya ibu Ika Dewi Retno Sari, M.Pd mengajak seluruh anggota MGMP untuk turut aktif dalam mengembangkan profesi guru sejarah salah satunya melalui pengembangan komunitas sejarah.

 
Komunitas Sigarda adalah komunitas yang diinsiasi oleh ibu Ika Dewi Retno Sari, M.Pd sebagai bentuk kepedulian akan pentingnya pelestarian peninggalan sejarah dan budaya nusantara sebagai identitas jati diri bangsa Indonesia. Melalui komunias Sigarda, Ibu Ika menjelaskan ada banyak manfaat yang dapat diambil seperti terciptanya ekosistem yang baik antara pemerintah, lembaga penelitian dan komunitas, pemajuan kebudayaan serta mengakselerasi budaya nasional untuk mampu menggema hingga ke ranah global. 

Dalam presentasi yang ditayangkan, ibu Ika memperlihatkan dokumentasi kegiatan yang telah laksanakan oleh Sigarda seperti acara webinar rutin, kemah budaya, bedah buku, Sigarda mengajar, Pojok Literasi Arkeologi, dan penulisan sejarah melalui website Sigarda. Melalui Sigarda pula dapat dipelajari sejarah lokal dari berbagai daerah karena keanggotaan sigarda tidak terpusat pada satu wilayah melainkan tersebar diberbagai provinsi seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, NTB, Sumsel, Jabodetabek dan Bali.

Selanjutnya, dipaparkan materi tentang "Menasionalkan Sejarah Lokal", sebuah tema yang sangat menarik karena beberapa saat yang lalu telah diadakan kegiatan Seminar Sejarah Lokal "Perjalanan Historis Pelabuhan Semarang Sebagai Bagian Jalur Rempah Nusantara". Menurut Ibu Ika sejarah nasional sangat luas cakupannya dan kurang relevan terhadap lingkungan sekitar siswa. Kajian sejarah nasional yang saat ini diajarkan banyak melewatkan sejarah lokal yang sangat dekat dengan kehidupan siswa. Sebagai contoh tokoh - tokoh seperti Taripin, Oei Tiong Ham, Kiai Bustaman, Raden Saleh dan Kiai Sholeh Darat As-Samarani yang jarang sekali dijelaskan pada sejarah terutama untuk sekolah - sekolah di Kota Semarang. 

Ibu Ika berharap guru - guru di Semarang untuk ikut melestarikan sejarah lokal agar siswa selain mencintai sejarah lokal juga memahami bahwa terdapat keterkaitan antara sejarah lokal dan sejarah nasional. Namun, implementasi sejarah lokal dalam pembelajaran sejarah terdapat beberapa tantangan bagi guru sejarah seperti kurangnya perhatian pemerintah terhadap peninggalan dan sejarah lokal. Seringkali peninggalan dan bangunan sejarah terbengkalai karena tidak mendapat perhatian dari pemerintah. Selain itu kurangnya referensi terhadap sejarah lokal dan tidak dimuat dalam kurikulum Nasional. 

Namun, bagi Ibu Ika segala keterbatasan ini tidak menjadi hambatan pembelajaran sejarah lokal di SMAN 14 Semarang. Dalam paparannya diperlihatkan siswa SMAN 14 Semarang mengadakan kunjungan lapangan di Candi Ngempon, rekonstruksi Candi Duduhan, pelaksanaan projek P5 dengan mengimplementasikan sejarah lokal di Kota Semarang, serta pembuatan Pojok Literasi Arkeologi. Hal ini menggambarkan bahwa bukan tidak mungkin untuk guru sejarah memanfaatkan sejarah lokal sebagai pendukung pembelajaran sejarah nasional dan projek P5. Pada akhir sesi penjelasan tentang menasionalkan sejarah lokal, Ibu Ika mengajak anggota MGMP untuk berpartisipasi dalam menggalakan sejarah lokal agar siswa mengetahui jatidirinya terutama sebagai bagian dari sejarah lokal dan nasional. 

Dokumentasi