Corak Kehidupan Manusia Purba di Indonesia

Kehidupan pokok manusia dari dahulu hingga sekarang tidaklah jauh berbeda yaitu pangan, sandang dan papan. Bagaimana cara bertahan hidup masyarakat pada masa pra aksara? Coba kalian amati animasi berikut ini !

Gambar 1. Gambaran Corak Kehidupan Manusia Purba di Indonesia
Sumber : Desain Animasi Ika Widya K



Berdasarkan animasi tersebut, semula masyarakat Indonesia merupakan masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan (Food Gathering), kemudian berkembang menjadi masyarakat yang hidup semi menetap hingga akhirnya hidup menetap dan bercocok tanam (Food Producing). Setelah hidup menetap, mereka mulai menciptakan peralatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan melahirkan budaya. Budaya yang semula dari batu dan tulang masih sederhana keumudian meningkat dan bahkan ke budaya pengolahan logam. Bersamaan dengan itu, berkembang pula budaya megalithikum yang berkaitan dengan kepercayaan mereka. Pada materi ini, kita akan membahas spesifik mengenai corak kehidupan manusia purba di Indonesia berdasarkan masanya.

a. Masa Berburu & Mengumpulkan Makanan (Food Gathering)

Gambar 2. Gambaran Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Sumber : Desain Animasi Ika Widya K

memiliki ciri-ciri corak kehidupan sebagai berikut:

  1. Kondisi alam masih liar. 
  2. Keadaan bumi masih belum stabil. 
  3. Nomaden, biasanya dekat sumber air. 
  4. Food gathering, suatu kondisi dimana manusia bertahan hidup memenuhi kebutuhannya dengan cara berburu binatang dan mengumpulkan makanan. 
  5. Laki – laki berburu dan perempuan mengumpulkan makanan serta mengurus anak (sistem pembagian kerja / gotong royong). 
  6. Memiliki kemampuan membuat alat dari batu (Kapak Perimbas, Kapak Genggam dan Kapak Penetak), tradisi alat serpih (alat – alat yang terbuat dari serpihan batu, tulang, tanduk, duri ikan pari dan batu – batua bulat).
    Gambar 3. Kapak Perimbas, Kapak Genggam dan Kapak Penetak yang ditemukan di Pacitan , Jawa timur
    Sumber: Sejarah Nasional Indonesia 1, 1975


    Budaya Pacitan ini pada hakekatnya meliputi 2 macam tradisi alat – alat batu yaitu tradisi batu inti dan tradisi serpih, seperti :
    • Kapak Perimbas
      Alat ini terbuat dari batu yang dipecah dan belum dibentuk. 
    • Kapak Genggam
      Alat ini berasal dari batu yang dipangkas pada kedua permukaannya (bifasial), pada umumnya dipahat kasar secara memanjang yaitu suatu teknik yang umum pada budaya kapak perimbas, tetapi ada pula yang serpih dengan ketelitian dan dibentuk teratur (Lonjong, bundar). 
    • Kapak Penetak
      Kapak ini bentuknya lebih besar dari pada kapak perimbas dan cara pembuatannya masih kasar. Kapak ini berfungsi untuk membelah kayu, bambu atau disesuaikan dengan kebutuhannya. Kapak penetak ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia. 
    • Tradisi Alat Sepih
      Alat – alat yang terbuat dari serpihan batu, tulang, tanduk, duri ikan pari dan batu – batua bulat. Alat – alat ini biasanya digunakan untuk menguliti binatang. 
  7. Menggunakan alat komunikasi berupa bahasa isyarat.
  8. Pada akhir masa ini, manusia belajar dari llingkungannya, gejala – gejala alam yang ada mereka amati dan dipelajari, seperti kebakaran hutan yang disebbabkan oleh alam, menyebabkan manusia pada akhir masa ini mengenal api. Api digunakan untuk memasak makanan, mengusir binatang buas, penghangat di malam hari, penengaran di dalam gua serta berburu. Cara yang mereka gunakan untuk menghasilkan api, yaitu :
    • Mengambil api alam. 
    • Membenturkan batu (pyrif), percikan bunga apinya di tampung dengan lumut kering. 
    • Menggosok gosokkan kayu dengan kayu.

b. Masa Berburu dan Meramu Makanan

Gambar 4. Gambaran Masa Berburu dan Meramu Makanan
Sumber : Desain Animasi Ika Widya K

memiliki ciri-ciri corak kehidupan sebagai berikut:

  1. Bercocok tanam sederhana (huma) dengan menanam keladi. 
  2. Semi sedenter (semi menetap), biasanya tinggal di gua alam (abris sous roche) dan gua payung (rock shelter) yang dekat dengan sumber air. 
  3. Salah satu bukti adanya keinginan manusia pada masa ini untuk meninggalkan hidup mengembara (nomaden) yaitu ditemukannya Kjokkenmoddinger (tumpukan kulit kerang atau sampah dapur) di Sumatera. Di dalam Kjokkenmoddinger ini terdapat tulang – tulang binatang, batu pipisan dan beberapa bauh kapak genggam Sumatera berbentuk lonjong / kapak pendek / pebble. 
  4. Telah berkembang kebudyaan batu yang agak halus, peralatannya mulai di upam. Pada masa ini berkembang 3 tradisi pokok, yaitu :
    • Tradisi Kapak Genggam
      Sumatra Alat ini ditemukan di dalam Kjokkenmoddinger. Kapak genggam Sumatra berbentuk lonjong yang dikerjakan hanya pada satu sisi saja. Selain kapak genggam ada pula kapak pendek, alu, lesung batu serta beberapa peralatan dari kerang, gayung air, perhiasan dan alat penggaruk (Serut).

      Gambar 5. Kapak Genggam Suamtra
      Sumber : https://www.kompas.com/stori/read/2022/08/16/160000579/pebble-culture--asal-usul-dan-persebaran?page=all

    • Tradisi Alat Tulang
      Kebudayaan ini banyak di jumpai di gua – gua di Jawa Timur.  
    • Tradisi Serpih Bilah
      Bahan batu yang dipakai yaitu kalsedon, batu gamping dan batu andesit. Kebudayaan ini sering disebut sebagai kebudayaan Toala, karena kebanyakan ditemukan di gua – gua Toala, Sulawesi Selatan. 
  5. Manusia mulai menjinakkan dan memelihara binatang. 
  6. Sudah mengenal kehidupan setelah mati. Masyarakat pada masa ini telah mengenal penguburan dengan disertai bekal kubur.
  7. Sikap hidup masyarakat pada masa ini terpancar dalam lukisan – lukisan dinding gua yang menggambarkan kehidupan sosial ekonomi dan kepercayaan masyarakat, misalnya :
    • Cap tangan dengan latar belakang cat merah, mengandung kekuatan pelindung untuk mencegah roh – roh jahat. 
    • Cap tangan yang jari – jarinya tidak lengkap diyakini sebagai adat berkabung.

      Gambar 6. Cap Tangan di Gua Leang Pattea, Sulawesi Selatan
      Sumber : https://makassar.kompas.com/read/2022/09/04/220742578/taman-prasejarah-leang-leang-tempat-lukisan-purbakala-tertua-di-dunia

Ketika kebutuhan sudah meningkat, sedangkan alam sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut, maka manusia mulai memikirkan bagaimana mereka dapat menghasilkan makanan (food producing). Dari sinilah muncul bahwa manusia perlu mengolah alam. Dengan demikian, kehidupan manusia pun berkembang dari berburu dan mengumpulkan makanan (food gathering) menjadi bercocok tanam (food producing). Masa peralihan corak kehidupan inilah yang kita sebut sebagai revolusi kebudayaan masyarakat pra aksara.

c. Masa Bercocok Tanam (Food Producing)

Gambar 7. Gambaran Masa Bercocok Tanam
Sumber : Desain Animasi Ika Widya K
memiliki ciri-ciri corak kehidupan sebagai berikut:

  1. Budidaya tanaman usia pendek dan usia panjang. 
  2. Teknik yang dipakai untuk membuka ladang dengan cara slash and burn. Teknik ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
    • Membersihkan hutan atau sabana. Pohon dan semak ditebang, setelah kering dibakar. 
    • Tanah yang sudah dibuka kemudian ditanami ubi jalar, talas dan ketela pohon. 
    • Setelah tanah dianggap kurang subur, tanah akan dibiarkan selama 10 – 15 tahun agar menjadi hutan kembali. 
    • Setelah masa istirahat tersebut, hutan siap dibuka kembali menjadi lahan pertanian. 
  3. Hidup menetap (sedenter).
  4. Telah muncul lembaga pengobatan (dukun).
  5. Gotong royong dalam bercocok tanam.
  6. Muncul sistem kesukuan, adanya kepala suku yang dipilih melalui sistem primus interpares. Primus interpares adalah pemilihan pemimpin melalui musyawarah di antara sesamanya berdasarkan kelebihan yang dimiliki.
  7. Telah mampu membuat perlengkapan pertanian dan perkakas rumah tangga yang lebih efektif dan efisien, seperti: Beliung persegi / kapak persegi, kapak lonjong, mata panah, serta alat pemukul kulit kayu.
  8. Terampil membuat gerabah, anyaman, pakaian dan perahu.
  9. Telah mengenal sistem barter (alat tukar berupa kulit yang indah).
  10. Telah mengenal kepercayaan Animisme (roh –roh nenek moyang), dinamisme (benda-benda yg berkekuatan magis) dan totemisme (kepercayaan terhadap hewan yang dianggap suci). Hal ini dibuktikan dengan berkembangnya budaya megalithikum, seperti berkut ini :

No.

Nama Benda

Fungsi

1.


Gambar 8. Menhir

Sumber:https://m.lampost.co/berita-teka-teki-pengerjaan-menhir.html

Sebuah batu tegak yang dianggap sebagai media penghormatan terhadap roh nenek moyang, tempat singgah si mati dan lambang si mati. Menhir banyak ditemukan di wilayah Sumatera Selatan, Sualwesi Tengah dan Kalimantan.

2.


Gambar 9. Dolmen

Sumber:https://www.kompas.com/stori/read/2021/12/10/120000179/dolmen--pengertian-fungsi-dan-lokasi-penemuan?page=all

Merupakan meja batu, meja sesaji, tempat untuk sesaji, berupa suusnan batu yang terdiri dari sebuah batu lebar yang ditopang oleh beberapa buah batu lain sehingga menyerupai meja, berfungsi sebagai tempat untuk mengadakan kegiatan pemujaan arwah leluhur.

3.


Gambar 10. Sarkofagus

Sumber : https://budaya-indonesia.org/Sarkofagus-Situngkir

Tempat menguburkan jenazah berbentuk seperti lesung. Pada umumnya terdiri dari wadah dan tutup yang bentuk dan ukurannya sama (simestris)

4.


Gambar 11. Waruga

Sumber:https://www.kompas.com/stori/read/2022/02/22/130000779/waruga--asal-fungsi-dan-ciri-cirinya?page=all

Kubur batu berupa peti kubur batu kecil berbentuk kubus dan ditutup dengan batu lain berbentuk atap rumah. Waruga banyak ditemukan di wilayah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara.

d. Masa Perundagian

Gambar 12. Gambaran Masa Bercocok Tanam
Sumber : Desain Animasi Ika Widya K

memiliki ciri-ciri corak kehidupan sebagai berikut:

  1. Mata pencaharian tetap yaitu berladang dan bertani. 
  2. Kemampuan melebur biji logam & membuat peralatan dari logam. Teknologi pengolahan logam ini dilakukan dengan 2 cara yaitu:
    • Teknik tuang / cetak lilin (a cire perdue)
      Pembuatan benda perunggu yang diawali dengan membuata benda logam dari lilin kemudian dibungkus dengan tanah liat. Kemudian dituangkan cairan perunggu yang panas sehingga lilin kaan terganti oleh logam yang panas. 
    • Teknik setangkup / cetak ulang (bivalve)
      Teknik ini menggunakan 2 cetakan yang dapat ditangkupkan . Cetakan tersebut diberi lubang dibagian atasnya. Dari lubang tersebut, nantinya akan dimasukkan cairan perunggu panas. 
  3. Telah mengenal ilmu perbintangan (astronomi). 
  4. Telah mengenal ilmu navigasi. 
  5. Kemampuan membuat gerabah semakin baik, halus dan tipis karena menggunakan teknik tatap batu dan pelarikan atau roda berputar. 
  6. Telah berhasil membuat perahu bercadik. 
  7. Mucul stratifikasi sosial, yaitu : a) Golongan pengatur upacara keagamaan b) Golongan petani c) Golongan pedagang d) Golongan pembuat benda – benda logam (Undagi) e) Golongan pembuat benda – benda gerabah 
  8. Animisme, dinamisme, totemisme dan politheisme. 
  9. Telah mengenal bekal kubur. 
  10. Pada prosesi upacara penguburan diakhiri dengan pendirian bangunan megalithik seperti punden berundak. 
  11. Telah mengenal seni membatik, gamelan dan wayang. 

Pada zaman perundagian, benda-benda hasil kebudayaan mengalami kemajuan dalam hal bahan dan teknik pembuatan. Pada zaman sebelumnya, bahan-bahan yang digunakan hanya berasal dari batu, tulang, kayu dan tanah liat, sedangkan pada masa perundagian masyarakat pra aksara Indonesia telah berhasil membuat benda-benda dari logam, yaitu dari perunggu dan besi. Benda-benda tersebut antara lain: 

  1. Nekara
    Benda perunggu ini mirip dengan genderang, biasanya diguakan untuk memanggil hujan. 
  2. Moko
    Memiliki bentuk lonjong seperti genderang dalam berebgaia ukuran. Alat ini digunakan sebagai mas kawin pernikahan. 
  3. Perhiasan
    Biasanya berupa gelang tangan , gelang kaki, anting – anting, kalung, bandul dan cincin. 
  4. Bejana
    Perunggu Berbentuk seperti kepis (wadah ikan para pemancing) dengan pola hias pilin ganda di sisi luar. 
  5. Kapak corong
    Memiliki bentuk seperti sepatu karena bercorong. Biasanya digunakan untuk memotong kayu. 
  6. Arca Perungggu
    Pada umumnya berbentuk manusia dan binatang. 

 Penulis : Ika Widya Kusumastuti, S.Pd., Gr.