Strategi Perlawanan Bangsa Indonesia terhadap Penjajahan Bangsa Barat Sampai Abad ke 20

 Kedatangan bangsa Barat ke Nusantara harus berhadapan dengan para penguasa lokal yang umumnya memiliki kedaulatan sendiri. Kebijakan - kebijakan kolonial yang menguasai Nusantara menghasilkan penderitaan di berbagai tempat. Dari penderitaan ini memunculkan perlawanan sebagai bentuk nasionalisme awal yang kemudian melahirkan kesadaran nasional. 

Ciri - Ciri Perjuangan Sebelum Abad ke 20

1. Bersifat lokal atau kedaerahan

Perlawanan terhadap bangsa Barat dilatarbelakangi oleh pelanggaran kedaulatan, ikut campur bangsa Barat dalam internal kerajaan dan kebijakan yang menyengsarakan rakyat. Perlawanan terhadap bangsa Barat pada sebelum abad ke 18 hingga 20 dianggap sebagai perlawanan antara kerajaan dan bangsa Barat. Dengan demikian, kerajaan lain yang tidak terlibat konflik memilih tidak terlibat, kecuali jika diminta bantuannya untuk menjadi sekutu. Dalam tahap ini, belum terlihat kesadaran bersama. Kelak, kesadaran bersama untuk melawan penjajah akan melahirkan perasaan senasib-sepenanggungan yang melahirkan kesadaran nasional

2. Bergantung pada pemimpin karismatik

Umumnya perlawanan sebelum abad ke 18 hingga 20 mengandalkan tokoh kharismatik. Tokoh tersebut bisanya adalah seorang raja, bangsawan, pembesar kerajaan, pemuka agama dan rakyat biasa yang memiliki pengaruh. Karena bertumpu pada satu tokoh, ketika tokoh tersebut meninggal, maka seringkali perlawanan terhenti. Hal tersebut terjadi pada Perang Padri, Perang Diponegoro, Puputan Jagaraga dan Perang Aceh.

3. Perlawanan bersifat fisik atau menggunakan kekuatan senjata

Teknologi persenjataan modern belum dikenal pejuang Nusantara. Untuk melawan penjajah, para pejuang menggunakan peralatan tradisional seperti rencong, kelewang, pedang dan keris. Walaupun demikian, perlawanan dari para pejuang lebih ampuh daripada senjata modern Belanda. Hal tersebut dikarenakan adanya semangat perlawanan, menguasai medan tempur serta taktik gerilya.

4. Mudah dipecah - belah

Politik pecah belah, devide et impera, merupakan strategi Belanda untuk menaklukkan perlawanan Nusantara dengan melakukan pecah belah atau adu domba antar kerajaan atau internal kerajaan. Melalui cara ini Belanda dapat dengan mudah menaklukkan kerajaan dengan bersekutu dengan kerajaan lawan atau mempengaruhi internal kerajaan untuk saling melawan satu sama lain. 

5. Bersifat seporadis atau musiman, sehingga belum ada kesinambungan untuk mencapai visi dan tujuan yang jelas

Perjuangan sebelum abad ke 20 bersifat sementara atau musiman. Hal inilah yang membuat penjajahan tidak kunjung selesai karena tidak ada keberlanjutan dalam melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial. 

(Sumber : Poskata.com)

Perlawanan Bangsa Barat Sebelum dan Sesudah Abad 18

Perlawanan bersenjata terhadap VOC dan pemerintah kolonial Belanda dimulai sejak awal abad ke 17 hingga abad 20. Perlawanan pada abad ke 17 antara lain perlawanan Sultan Agung (Mataram Islam), Sultan Ageng Tirtayasa (Banten), Sultan Hasanuddin (Makassar) dan Sultan Baabullah dan Nuku (Ternate dan Tidore).

Sementara itu perlawanan yang dilakukan sampai awal abad 20 antara lain dilakukan oleh Tuanku Imam Bonjol (Perang Padri), Diponegoro (Perang Jawa), Pattimura (Pertempuran Saparua), Cut Nyak Dien (Perang Aceh), dan Gusti Ketut Jelantik (Puputan Jagaraga). 

Berikut adalah penjelasan lengkap terkait perlawanan diatas : 

Perjuangan Melawan Bangsa Barat Sebelum Abad ke 18

  1. Sultan Agung Hanyakrakusuma
  2. Sultan Ageng Tirtayasa
  3. Sultan Hasanuddin
  4. Sultan Baabullah dan Sultan Nuku 

Perjuangan Melawan Bangsa Barat Sesudah Abad ke 18

  1. Perang Padri
  2. Perang Diponegoro
  3. Perang Pattimura
  4. Perang Aceh
  5. Perang Bali

Penulis : Acin Mahir Cuma Bisa, S.Pd