Situs Manusia Purba

Dengan banyaknya temuan sejumlah fosil manusia purba di Indonesia dan (khususnya di pulau Jawa) menjadikan Indonesia semakin terkenal dan memiliki peranan yang sangat penting bagi penelitian sejarah kehidupan dan perkembangan manusia di masa lampau. Indonesia dianggap sebagai laboratorium terlengkap yang menyingkap perkembangan kehidupan manusia jaman dahulu dengan banyaknya temuan fosil dan artefak yang berguna bagi dunia modern saat ini dan mendorong para ahli untuk melakukan penelitian, termasuk penelitian diluar sangiran. Berikut beberapa tempat penemuan penting bagi fosil manusia purba.

a. Sangiran

Situs manusia purba Sangiran terletak ±17 km di sebelah utara Solo. Secara administratif terletak di desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen dan Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. Situs manusia purba Sangiran merupakan satu-satunya situs praaksara di Indonesia yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Secara geografis kawasan Sangiran yang terletak di lereng barat Gunung Lawu merupakan suatu cekungan alam yang dikelilingi oleh bukit-bukit dengan puncak tertinggi sekitar 180 m dari permukaan laut. Di sebelah utara terdapat jajaran Pegunungan Kendeng dan di sebelah selatan terdapat jajaran Pegunungan Selatan. Dalam buku Sangiran Menjawab Dunia yang ditulis oleh Harry Widianto dan Truman Simanjuntak dijelaskan bahwa Sangiran merupakan sebuah kompleks situs manusia purba dari kala pleistosen yang paling lengkap dan paling penting di Indonesia, bahkan di Asia. Situs Sangiran mempunyal luas 8 x 7 kilometer.

Situs Sangiran ini merupakan suatu kubah raksasa berupa cekungan besar di pusat kubah akibat adanya erosi di bagian puncaknya. Kubah tersebut diwarnai dengan perbukitan yang bergelombang. Kondisi tersebut menyebabkan ter-singkapnya berbagai lapisan batuan yang mengandung fosil-fosil manusia purba dan binatang.

Sangiran ditemukan pertama pada tahun 1864 oleh P.E.C. Schemulling, dengan laporan penemuan fosil vertebrata dari Kalioso, bagian dari wilayah Sangiran. Eugene Dubois pernah datang juga ke Sangiran, tetapi Dubois kurang tertarik dengan temuan-temuan di Sangiran. G.H.R. von Koenigswald pada tahun 1934 menemukan artefak litik di wilayah Ngebung, sekitar 2 kilometer di barat laut kubah Sangiran. Semenjak penemuan Von Koenigswald tersebut, situs Sangiran menjadi sangat terkenal berkaitan dengan penemuan-penemuan fosil Homo erectus secara sporadis dan berkesinambungan.

Fosil Homo erectus ini adalah takson paling penting dalam sejarah manusia sebelum masuk pada tahapan Homo sapiens (manusia modern). Situs Sangiran ini tidak hanya memberikan gambaran tentang evolusi fisik manusia, tetapi juga memberikan gambaran nyata mengenal evolusi budaya, binatang, dan lingkungan. Beberapa fosil yang ditemukan dalam seri geologis-stratigrafis yang diendapkan tanpa terputus selama lebih dari 2 juta tahun menunjukkan tentang hal tersebut. Dilihat dari hasil temuannya, situs Sangiran merupakan situs praaksara yang memiliki peran yang sangat penting dalam memahami proses evolusi manusia dan merupakan situs purbakala yang paling lengkap di Asia, bahkan di dunia.

Menyadari pentingnya nilal situs Sangiran bagi perkembangan dunia ilmu pengetahuan, khususnya masalah pemahaman evolusi manusia dan lingkungan alam, maka pada tahun 1995 pemerintah Republik Indonesia mengusulkan situs Sangiran ke UNESCO untuk dapat dimasukkan ke dalam World Heritage List. Akhirnya pada tanggal 5 Desember 1996, situs Sangiran ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO, yaitu sebagai The Early Man Site. Salah satu pertimbangan situs manusia purba Sangiran ditetapkan sebagai warisan budaya dunia karena di Sangiran tersimpan ribuan peninggalan manusia purba yang menunjukkan proses kehidupan manusia dari masa lalu. Setelah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia, situs manusia purba Sangiran dikembangkan sebagai pusat penelitian dalam negeri dan luar negeri, serta menjadi tempat wisata.

Situs Purbakala Sangiran
Sumber : wikipedia.org

b. Trinil, Ngawi, Jawa Timur

Trinil adalah salah satu situs paleoantropologi di Indonesia yang lebih kecil dibandingkan situs Sangiran. Tempat ini terletak di desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Nga Jawa Timur, kira-kira 13 kilometer sebelum pusat kota Ngawi dari arah kota Solo Trinil merupakan kawasan di lembah Bengawan Solo yang menjadi hunian kehidupan purba (lepat zaman pleistosen tengah). Pada tahun 1893, Dubois (seorang ahli anatomi) menemukan fail manusia purba Pithecanthropus erectus serta berbagai fosil hewan dan tumbuhan purba.

Di Trinil berdiri sebuah museum yang menempati area seluas tiga hektare dengan koleksi di antaranya fosil tengkorak Pithecanthropus erectus, fosil tulang rahang bawah macan purba (Felis tigris), fosil gading dan gigi geraham atas gajah purba (Stegodon trigonocephalus), dan fosil tanduk banteng purba (Bibos palaeosondaicus). Situs ini dibangun atas prakarsa dari ahli antropologi Universitas Gadjah Mada, Prof. Teuku Jacob, Tengkorak Pithecanthropus erectus dari Trinil ini sangat pendek tetapi memanjang ke belakang. Volume otaknya sekitar 900 cc, di antara otak kera (600 cc) dan otak manusia modem (1.200-1.400 cc). Tulang kening sangat menonjol dan di bagian belakang mata terdapat penyempitan yang sangat jelas, menandakan otak belum berkembang. Pada bagian belakang kepala terlihat bentuk yang meruncing yang diduga atau diperkirakan manusia purba ini berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan sambungan perekatan antartulang kepala. ditafsirkan manusia purba ini telah mencapai usia dewasa.

c. Wajak, Tulungagung, Jawa Timur

Wajak merupakan desa yang terletak di Tulungagung, Jawa Timur. Pada tahun 1889, B.D. van Rietschoten menemukan manusia Wajak di sebuah ceruk di lereng pegunungan karst di barat laut Campurdarat, dekat Tulungagung, Jawa Timur. Fosil temuan tersebut kemudian diserahkan kepada C.P. Sluiter (kurator dari Koninklijke Natuurkundige Vereeniging/Perkumpulan Ahli Ilmu Alam) di Batavia. Oleh C.P. Sluiter fosil temuan tersebut kemudian diserahkan kepada Eugene Dubois. Fosil temuan tersebut bagi Dubois membuka harapan baru untuk menemukan missing link asal-usul manusia purba. Hal tersebut sesuai teori ahli geologi Verbeek yang sepakat bahwa pegunungan batu gamping tersier di Jawa sangat menjanjikan bagi riset yang dilakukan Dubois. Akhirnya Dubois selama lima tahun tinggal di Tulungagung. Dubois menyusur kembali tempat temuan B.D. van Rietschoten. Di sekitar tempat tersebut, Dubois selain mendapatkan sisa fosil reptil dan mamalia, juga menemukan fosil tengkorak manusia meskipun tidak seutuh temuan B.D. van Rietschoten. Fosil tersebut dinamakan Homo wajakensis. 

Penulis : Slamet Wakhidin, S.Pd., Gr.