Munculnya Kesadaran Nasional
1. Lahirnya Politik Etis
Penjajahan yang berlangsung selama berabad-abad ini ternyata mendorong seorang wartawan untuk mengkritik pemerintah Hindia Belanda. Wartawan dari koran De Locomotief bernama Pieter menullis sindiran sikap tak acuh Eropa di Hindia Belanda ketika terjadi wabah kolera yang menimbulkan banyak korban jiwa bagi masyarakat pribumi. Selain itu, C. Th. van Deventer, seorang ahli hukum Belanda mengkritik sistem tanam paksa
Kritik ini menyatakan bahwa pemerintah Belanda memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi. Pemerintah Belanda harus membayar hutang budi dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat di negara jajahan.
Kritik-kritik ini menjadi perhatian serius oleh pemerintah kolonial Belanda dan membuat Ratu Wilhelmina memunculkan kebijakan baru bagi daerah jajahan. Kebijakan ini dikenal dengan politik etis. Kebijakan ini dituangkan dalam program Trias van Deventer. Program ini diterapkan di Indonesia pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Alexander W. F. Idenburg pada tahun 1909 sampai tahun 1916.
Ada tiga program penting dalam politik etis, yaitu irigasi, imigrasi, dan edukasi. Irigasi diperlukan untuk membangun dan memperbaiki pengairan dan bendungan untuk pertanian. Migrasi dilakukan untuk mendorong transmigrasi demi keseimbangan jumlah penduduk di berbagai kota pada masa itu. Sedangkan edukasi dilaksanakan untuk memperluas bidang pendidikan dan pengajaran bagi masyarakat pribumi di Hindia Belanda.
Meski terlihat seperti sebuah rencana program yang baik, sayangnya pemerintah Hindia Belanda menjalankannya dengan semena-mena. Irigasi justru digunakan untuk mengairi perkebunan milik Belanda dan tidak menyentuh lahan pertanian masyarakat setempat. Program imigrasi dimanfaatkan untuk mengirimkan tenaga kerja murah untuk dipekerjakan di wilayah Sumatera. Sedangkan program edukasi dimanfaatkan untuk menghasilkan tenaga kerja yang diperlukan oleh pemerintah kolonial. Program politik etis pada akhirnya tidak memberikan banyak manfaat bagi masyarakat Indonesia pada saat itu.
2. Tumbuhnya Kesadaran Nasional
Dari tiga program Trias van Deventer, program edukasi menjadi program yang paling berpengaruh bagi masyarakat di Hindia Belanda. Adanya program edukasi ini melahirkan golongan elit baru di Indonesia yang disebut sebagai golongan priyayi. Golongan priyayi adalah golongan yang mengenyam pendidikan di sekolah yang dibentuk oleh pemerintah kolonial. Sekolah-sekolah yang dibentuk oleh pemerintah kolonial ini menerapkan pendidikan gaya barat. Seusai sekolah, golongan priyayi tersebut banyak yang berprofesi sebagai dokter, guru, jurnalis, dan pegawai pemerintahan.
Selain profesi yang lebih menjanjikan, golongan ini memiliki pemikiran yang lebih maju serta sadar terhadap penindasan-penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda. Kemunculan golongan priyayi mengubah corak perjuangan masyarakat dalam melawan penindasan pemerintah kolonial, yang tadinya bersifat kedaerahan menjadi bersifat nasional. Inilah titik awal pergerakan nasional dimulai.
Pergerakan nasional dipimpin oleh para kaum terpelajar. Menurut mereka, perlawanan fisik sudah tidak lagi relevan untuk melawan penindasan pemerintah kolonial. Oleh karena itu, mereka membentuk organisasi-organisasi sebagai motor penggerak perlawanan.
Akhirnya, lahirlah berbagai organisasi kebangsaan untuk pertama kalinya pada kurun waktu 1908 hingga 1920. Terdapat tiga organisasi pergerakan nasional yang lahir pada periode ini, yaitu Budi Utomo, Sarekat Islam, dan Indische Partij. Organisasi-organisasi ini lebih mengedepankan diplomasi ketimbang kekerasan. Selain itu, mereka juga memanfaatkan media massa sebagai alat perjuangan. Munculnya organisasi-organisasi kebangsaan ini menjadi tanda dimulainya pergerakan nasional dengan visi yang jelas, yaitu Indonesia merdeka.
Kata “pergerakan nasional “ memiliki suatu pengertian yang khas yakni merupakan sebuah perjuangan yang dilakukan oleh organisasi secara modern ke arah perbaikan hajat hidup bangsa Indonesia yang disebabkan rasa ketidakpuasan terhadap keadaan masyarakat yang ada. Dengan demikian istilah ini mengandung arti yang sangat luas. Gerakan yang mereka jalankan memang tidak hanya terbatas untuk memperbaiki taraf hidup bangsa tetapi juga meliputi gerakan di berbagai sektor, seperti: sosial, ekonomi, pendidikan, keagamaan, kebudayaan, wanita, pemuda dan lain-lain. Istilah “nasional” berarti bahwa pergerakan-pergerakan tersebut mempunyai cita-cita nasional untuk mencapai kemerdekaan bagi bangsanya yang masih terjajah. Disamping itu, sifat pergerakan pada masa ini lebih bersifat nasional bila dibanding dengan sifat pergerakan sebelumnya yang bercorak kedaerahan.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan lahirnya pergerakan nasional, antara lain adalah :
a. Faktor internal, yakni:
- Adanya penderitaan rakyat yang berkepanjangan akibat penjajahan.
- Adanya kenangan kejayaan masa lalu seperti zaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.
- Lahirnya kaum-kaum intelektual atau terpelajar yang menjadi pemimpin pergerakan.
- Adanya diskriminasi rasial.
b. Faktor ekternal, yakni:
- Munculnya paham-paham baru di Eropa dan Amerika yang masuk ke Indonesia. Seperti nasionalisme, demokrasi, liberalisme dan sosialisme
- Munculnya gerakan Turki muda atau All Indian National Congres 1885, dan Gandhisme. Itu tidak lepas kebangkitan nasional di Asian dan Afrika.
- Adanya kemenangan Jepang atas Rusia pada 1905 yang menyadarkan dan membangkitkan bangsa-bangsa Asia untuk melawan bangsa barat
Penulis : Muhammad Eko Aris Munandar, S.Pd.
Gabung dalam percakapan