Kerajaan Mataram Islam

a. Kehidupan Politik

setelah Sultan Hadiwijaya wafat, terjadi perebutan kekuasaan diantara para bangsawan Pajang dan juga antara Pangeran Pangiri (menantu Hadiwijaya) dan Pangeran Benowo (putra Hadiwijaya). Namun berkat bantuan Sutawijaya, Pangeran Benowo dapat mengalahkan Pangeran Pangiri. Setelah suasana aman, Pangeran Benowo menyerahkan tahtanya kepada Sutawijaya yang kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke Mataram pada tahun 1586. Sejak saat itu berdirilah Kerajaan Mataram. Berikut ini raja-raja yang memerintah Mataram.

1. Sutawijaya / Panembahan Senopati (1586-1601)

Pemerintahan Senopati ternyata banyak menghadapi rintangan. Para bupati di pesisir Utara Jawa yang sebelumnya tunduk kepada Demak dan Pajang, ingin melepaskan diri. Perlawanan terhadap Mataram berpusat di Demak, Jepara, Kudus, dan Gresik–Surabaya. Kekuatan dihimpun dari Kediri, Madiun, dan Ponorogo yang berpusat di Pajang. Senopati diganti oleh putranya, yaitu Mas Jolang. 

2. Mas Jolang atau Sultan Anyokrowati (1601-1613)

Setelah Senopati wafat diganti oleh putranya Mas Jolang. Pada masa pemerintahan Mas Jolang juga diwarnai dengan peperangan yang melelahkan terhadap para pemberontak terutama para bupati di daerah pesisir.

Rintangan yang harus dihadapi Mas Jolang terdiri dari berikut ini :

  • Bupati–bupati yang tidak mau tunduk kepada Mataram, antara lain Pati, Lasem, Tuban, Surabaya, Madura, Blora, Madiun, dan Bojonegoro.
  • Kerajaan Cirebon dan Banten (di Jawa Barat) 
  • Kompeni Belanda di Batavia.

Benturan antara daerah pesisir dan Mataram terus berlangsung sehingga tidak mampu memperluas wilayahnya hingga meninggal pada tahun 1613. Sepeninggal Mas Jolang penggantinya adalah Putranya, Mas Rangsang.

3. Sultan Agung Hanyokrokusumo atau Mas Rangsang

Mulai tahun 1615 Sultan Agung mulai menggempur pertahanan para bupati daerah pesisir. Satu demi satu daerah seperti Semarang, Jepara, Demak, Lasem, Tuban, dan Madura dapat ditundukkan Mtaram. Daerah pedalaman, seperti Madiun, Ponorogo, Blora dan Bojonegoro pun tunduk kepada Mataram. Perlawanan itu telah memakan waktu Sembilan tahun, tetapi Surabay belum berhasil ditundukkan. Baru tahun 1615 Surabaya takluk kepada Mataram. Stelah Surabaya jatuh, Sultan Agung menjadi raja seluruh Jawa, kecuali Banten, Batavia, Cirebon, dan Blambangan. Sultan Agung mempunyai karakter sangat anti terhadap Belanda (VOC).

Oleh karena itu, pada tahun 1628 dan 1629 beliau mengirimkan pasukan ke Batavia untuk menyerang kedudukan Belanda (VOC). Penyerangan tersebut dipimpin oleh Baurekso yang dibantu oleh Suro Agul-Agul dan Adipati Ukur. Namun, upaya ini mengalami kegagalan. Kegagalan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor berikut :

  1. Sultan Agung kurang memperhatikan kekuatan Angkatan laut 
  2. Persediaan beras dibakar oleh Belanda 
  3. Jarak Mataram dengan Batavia terlalu jauh 
  4. Pelaksanaan serangan berbarengan dengan datangnya musim hujan 
  5. Para pasukan Mataram terjangkit penyakit 
  6. Kalahnya pasukan Mataram dalam bidang persenjataan 
  7. Adanya pengkhianatan warga

4. Amangkurat I (1645-1677)

Pada masa pemerintahannya, VOC mulai memasuki Keraton Mataram, Ia cenderung bekerja sama dengan VOC. Belanda diperkenankan mendirikan benteng di Kerajaan Mataram. Oleh karena kesewenang-wenangan Beland, timbul pemberontakan yang dipimpin oleh Pangeran Trunojoyo dari Madura. Namun dapat ditumpas oleh Belanda.

5. Amangkurat II (1677-1703)

Di bawah pemerintahannya, wilayah Mataram makin sempit karena diduduki oleh Belanda. Amangkurat II mendirikan ibukota baru di desa Wonokerto yang kemudian diberi nama Kartasura.

Setelah pemerintahan Amangkurat II, Kerajaan Mataram bertambah suram. Kerajaan Mataram oleh VOC dibagi menjadi kerajaan-kerajaan yang lebih kecil melalui Perjanjian Giyanti. Perjanjian yang dilaksanakan tahun 1755 di desa Giyanti ini membagi Mataram menjadi dua wilayah berikut :

  1. Daerah Kasultanan Yogyakarta dengan Mangkubumi sebagai Rajanya dengan gelar Sultan Hamengku Buwono I 
  2. Daerah Kasunanan Surakarta dengan Rajanya Paku Buwono III

Selanjutnya, pada tahun 1575 diadakan Perjanjian Salatiga yang isinya Mas Said dinobatkan sebagai raja dengan gelar Pangeran Adipati Arya Mangkunegara dengan wilayahnya Mangkunegara. Dengan perjanjian ini, wilayah Kasuhunan Surakarta terbagi menjadi dua yaitu Kasuhunan / Kasunanan dan Mangkunegara. Kemudian pada tahun 1813 M Sebagian daerah KasultananYogyakarta diberikan kepada Paku Alam. Akhirnya Kerajaan Mataram Islam terpecah menjadi empat kerajaan kecil yaitu Kasultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Kerajaan Paku Alam, dan Kerajaan Mangkunegara.

Dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Islam, raja merupakan pemegang kekuatan tertinggi, kemudian diikuti oleh sejumlah pejabat kerajaan yang diserahi tugas-tugas tertentu. Kebesaran kerajaan dan kewibawaan raja lazim dicerminkan dalam keraton sebagai kompleks bangunan kediaman raja, seperti sitinggil dan masjid besar. Kesenian yang ada di kerajaan mempunyai fungsi untuk melambangkan status raja. Di bidang keagamaan terdapat jabatan penghulu, khotib, naib, dan suranata. Tugas penghulu istana adalah memimpin upacara-upacara keagamaan. Di bidang pengadilan, dalam istana terdapat jabatan jaksa. Untuk menciptakan ketertiban di seluruh kerajaan diciptakan peraturan yang dinamakan angger-angger yang harus ditaati oleh seluruh penduduk.

b. Kehidupan Ekonomi dan Kebudayaan

Berikut ini prestasi besar yang dapat dicapai oleh Sultan Agung antara lain sebagai berikut :

  • Memperluas daerah kekuasaannya hingga meliputi Jawa-Madura (kecuali Banten dan Batavia), Palembang, Jambi, dan Banjarmasin.
  • Mengatur dan mengawasi wilayahnya yang luas itu langsung dari pemerintah pusatnya (Kota Gede). 
  • Melakukan kegiatan ekonomi yang bercorak agraris dan maritim. Mataram adalah pengekspor beras terbesar pada masa itu. 
  •  Melakukan mobilisasi militer secara besar–besaran sehingga mampu menundukkan daerah-daerah sepanjang pantai Utara Jawa dan mampu menyerang Belanda di Batavia sampai dua kali. Andaikata Batavia tidak dipagari tembok-tembok yang tinggi, benteng–benteng yang kuat dan persenjataan yang modern, sudah pasti Batavia jatuh di tangan Mataram. 
  • Mengubah perhitungan tahun Jawa Hindu (Saka) dengan tahun Islam (Hijriah) yang berdasarkan peredaran bulan (sejak tahun 1633). 
  • Menyusun karya sastra yang cukup terkenal, yaitu Sastra Gending. 
  • Menyusun kitab undang–undang baru yang merupakan perpaduan dari hukum Islam dengan adat–istiadat Jawa yang disebut Surya Alam. 

Masjid Gedhe Kauman, salah satu peninggalan Kerajaan Mataram Islam. Foto: Getty Images/iStockphoto/M Wigya Permana Vega

 Penulis : Lestari Pujihastuti, SH.