Dampak Pendudukan Bangsa Barat bagi Indonesia

Perhatikan gambar di bawah ini !


Informasi apa yang kalian peroleh dengan melihat gambar edukasi di masa pemerintahan kolonial Belanda tersebut ? Gambar tersebut menjelaskan salah satu Trilogi Van Deventer yaitu pemberian edukasi kepada bumi putera. Sekalipun masih bersifat diskriminatif, edukasi pada awal tahun 1900-an mampu melahirkan golongan cendekiawan yang menjadi penggerak dalam pergerakan nasional Indonesia. Golongan cendekiawan merintis perjuangan membebaskan diri dari kolonialisme Barat melalui diplomasi dalam organisasi-organisasi modern dalam ruang lingkup nasional. Selain bidang pendidikan, ada beberapa bidang lain yang mendapat pengaruh dari kolonialisme bangsa Barat di Indonesia.

1. Bidang Politik dan Pemerintahan

Pada waktu kolonialisme bangsa Barat masuk ke Indonesia, terjadi perubahan mendasar dalam sistem politik dan pemerintahan. Pada masa kolonial Belanda, struktur pemerintahan di Indonesia adalah sebagai berikut :

  • Pangreh Praja adalah pemerintahan yang dipegang pribumi seperti bupati, wedana dan asisten wedana. 
  • Binenland Bestuur yaitu pemerintahan yang dipegang orang Belanda seperti gubernur jenderal, residen, asisten residen, dan controleur. 
  • Zelfbestuur yaitu pemerintahan yang berada di luar struktur kekuasaan pemerintah kolonial Belanda.

Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, seorang bupati diangkat oleh gubernur jenderal berdasarkan saran dari residen dan asisten residen. Sistem pemerintahan sipil sekarang ini banyak mendapat pengaruh dari pemerintahan di masa kolonial Belanda.

2. Bidang Ekonomi

Ekonomi masyarakat Indonesia mengalami perubahan dengan masuknya sistem ekonomi Barat. Penggunaan uang sebagai alat tukar dalam jual beli, pendapatan dari sewa tanah dan uang hasil budidaya tanaman perkebunan yang laku di pasaran internasional mulai memasyarakat. Penerapan sistem ekonomi liberal tahun 1870 mengakibatkan penghapusan tanam paksa dan mulai masuknya pemodal swasta ke Indonesia. Sejak masa itu segala kegiatan ekonomi Indonesia dikuasai pihak swasta. Guna mendukung sistem ekonomi liberal, pemerintah kolonial Belanda menerbitkan Undang-Undang Agraria ( Agrarische Wet ) yang memberi peluang bagi pemodal asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

3. Bidang Sosial Budaya

Perkembangan ekonomi pada abad ke-19 mengakibatkan mobilitas geografis seperti transmigrasi dan urbanisasi, serta mobilitas sosiologis seperti perubahan status petani menjadi kuli perkebunan. Mobilitas sosiologis banyak terjadi di perkebunan swasta karena banyak perkebunan kekurangan tenaga kerja. Aspek demografi mengalami perkembangan yang ditandai peningkatan jumlah penduduk Jawa pada abad ke-19. Perkembangan jumlah penduduk disebabkan oleh peningkatan taraf hidup penduduk pribumi, perkembangan pelayanan kesehatan, serta keberhasilan pemerintah kolonial Belanda dalam mengendalikan ketertiban umum. Pengaruh kehadiran bangsa Barat di Indonesia dalam bidang budaya ditandai dengan perubahan corak kehidupan tradisional Indonesia. Cara bergaul, gaya hidup, cara berpakaian, serta pendidikan formal bangsa Barat mulai dikenal di kalangan bangsawan.

Gerakan sosial perempuan di Indonesia mulai berkembang pada masa kolonial Belanda. Pembukaan edukasi bagi perempuan pribumi menimbulkan aspirasi untuk mengadakan pembaharuan. Pergerakan emansipasi wanita yang berjuang demi persamaan derajat pria dan wanita dipelopori oleh R.A. Kartini, R. Dewi Sartika dan Maria Walanda Maramis. Ada dua jenis gerakan perempuan pada awal abad ke-20 yaitu organisasi lokal kedaerahan dan organisasi keagamaan. Putri Mahardika merupakan bagian dari Budi Utomo, dibentuk tahun 1912 dengan tujuan memberi bantuan, bimbingan dan penerangan kepada para gadis pribumi dalam pendidikan serta menyatakan pendapat di muka umum. Untuk memperbaiki taraf hidup perempuan, Putri Mahardika memberikan beasiswa dan menerbitkan majalah bulanan. Setelah Putri Mahardika berkiprah dalam bidang sosial, beberapa organisasi wanita lahir sebagai bentuk dinamika sosial di masa kolonial Belanda.

4. Bidang Agama

Kedatangan Portugis dan Spanyol ke Indonesia pada abad ke-16 membawa pengaruh penyebaran agama Katolik. Misi Katolik pertama dilakukan oleh Fransiscus Xaverius di Maluku. Setelah dominasi Portugis di Maluku terdesak oleh Belanda, maka misionaris Katolik Portugis mulai melakukan kegiatan misinya di Nusa Tenggara Timur dan di Jawa. Kristen Protestan berkembang karena peranan bangsa Belanda melalui VOC. Melaui kegiatan Zending, Kristen Protestan berkembang di kota-kota yang diduduki Belanda.

5. Bidang Pendidikan

Pada masa kolonial Belanda terdapat pengembangan tiga jenjang pendidikan formal yaitu pendidikan tingkat rendah, sekolah menengah, dan tingkat pendidikan tinggi.

a. Pendidikan Tingkat Rendah

  1. Sekolah Rakyat ( SR) untuk minimal anak kepala desa ini setingkat SD sampai kelas 3, dapat melanjutkan sampai kelas 5. 
  2. Hollands Inlandsche School ( HIS ) siswanya terdiri dari putra-putri wedana dan bupati dengan pengantar bahasa Belanda. 
  3. Europeesche Lagere School ( ELS ) siswanya terdiri dari anak-anak Belanda, Eropa, Timur Asing dan bangsawan tinggi.

b. Sekolah Menengah

  1. Sekolah Menengah Pertama ( SMP ) atau Meer Uitgebreid Lager School Onderwijs ( MULO ). 
  2. Sekolah Menengah Atas ( SMA ) yang terdiri dari Algemene Middelbare School ( AMS ) dan Hogere Burger School ( HBS ) adalah sekolah yang menyatukan MULO dan AMS. Dalam tingkat menengah terdapat sekolah kejuruan teknik, ekonomi dan keguruan.

c. Tingkat Pendidikan Tinggi

  1. Technische Hogere School ( THS ) yaitu sekolah teknik tinggi di Bandung.
  2. School tot Opleiding van Indische Artsen ( STOVIA ) yaitu sekolah kedokteran di Jakarta. 
  3. Rechts Hogere School ( RHS ) yaitu sekolah tinggi hukum di Jakarta.

Pendidikan formal di masa kolonial Belanda bersifat sangat diskriminatif. Hanya putra-putri bangsawan dan pegawai pamong praja saja yang dapat menempuh pendidikan formal yang memadai. Keadaan edukasi yang memprihatinkan mendorong pendirian beberapa sekolah yang dikelola oleh bangsa Indonesia sendiri seperti Taman Siswa dan INS Kayu Tanam.

a. Perguruan Taman Siswa

Perguruan Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tanggal 3 Juli 1922. Tujuan Taman Siswa adalah membangun anak didik menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Mahaesa, merdeka lahir dan batin, berakal budi luhur, cerdas, berketrampilan, serta sehat jasmani rohani untuk menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air serta manusia pada umumnya. Taman Siswa menjunjung tinggi nasionalisme Indonesia. Meskipun menggunakan sistem pendidikan modern Belanda, Taman Siswa tidak mengadaptasi kepribadian Belanda. Lulusan Taman Siswa tidak kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia. Pengajar Taman Siswa adalah tokoh-tokoh pergerakan nasional yang berjuang membebaskan diri dari penjajahan Belanda dengan organisasi modern.

Ki Hajar Dewantara menegakkan independensi pendidikan di Taman Siswa tanpa mengikuti berbagai aturan dari pemerintah kolonial Belanda. Taman Siswa mempunyai tiga konsep pendidikan yang dikenal dan digunakan dalam pendidikan formal di Indonesia saat ini yaitu :

  1. Ing ngarsa sung tuladha ( guru memberi teladan kepada siswa ) 
  2. Ing madya mangun karsa ( guru mampu memotivasi siswa ) 
  3. Tut wuri handayani ( guru mampu membimbing siswa )

b. RP INS Kayu Tanam

Kayu Tanam merupakan nama sebuah desa kecil di Sumatra Barat. Awal mulanya, INS Kayu Tanam dimiliki oleh jawatan kereta api yang dipimpin oleh Mara Sutan. Pada tanggal 31 Oktober 1926 Mara Sutan menyerahkan INS Kayu Tanam kepada putranya yaitu Moch Syafei. Dalam perkembangannya, INS Kayu Tanam menjadi Ruang Pendidikan Indonesche Nederlandsche School ( RP INS Kayu Tanam ). Pada tahun 1926 INS Kayu Tanam memiliki 75 siswa. Oleh karena terus mengalami perkembangan maka INS Kayu Tanam memperluas tempat pendidikannya. Pada tahun 1937 INS Kayu Tanam pindah ke Pelabihan yang memiliki lahan lebih luas untuk tempat pengembangan pendidikan bagi anak-anak pribumi. 


 

Penulis : Anna Sri Marlupi, S.S.