Agresi Militer Belanda II

Agresi Militer Belanda II adalah operasi militer yang dilakukan oleh Belanda terhadap Indonesia pada tanggal 19 Desember 1948. Operasi ini juga dikenal dengan sebutan Operasi Kraai (Operasi Gagak) adalah serangan militer Belanda terhadap Indonesia secara de facto pada Desember 1948. Tujuan utama dari operasi ini adalah
  1. Menghancurkan status Republik Indonesia sebagai kesatuan negara 
  2. Menguasai ibu kota sementara Indonesia, yaitu Yogyakarta 
  3. Menangkap para pemimpin pemerintahan Indonesia

Agresi militer Belanda II dilancarkan karena pihak Belanda merasa Indonesia mengkhianati isi Perundingan Renville. Serangan yang terjadi pada 19-20 Desember 1948 di Yogyakarta. Pasca Agresi Militer I, Belanda kembali bersedia melakukan perundingan dengan Indonesia yang diinisiasi PBB dengan membentuk Komite Jasa Baik-Baik PBB atau Komite Tiga Negara (KTN) pada Oktober 1947. KTN beranggotakan Australia yang diwakili oleh Richard Kirby, Belgia oleh Paut Yan Zeeland, dan Amerika Serikat oleh Frank Gratram.

Agresi Militer Belanda II menggunakan lebih banyak pasukan darat, laut, dan udara dibandingkan dengan Agresi Militer Belanda I. Pasukan Belanda juga didukung oleh teknologi yang lebih canggih, termasuk senjata-senjata modern dan pesawat terbang.

Dalam Agresi Militer 2 Belanda, pasukan Belanda pada awalnya menyerang Pangkalan Udara Maguwo, Yogyakarta secara tiba-tiba melalui udara. Sangat disayangkan pada waktu itu Belanda dapat dengan cepat melumpuhkan Pangkalan Udara Maguwo yang kemudian membuat Belanda dapat menguasai Yogyakarta.

(https://akcdn.detik.net.id/visual/2021/06/21/agresi-militer-belanda-i_169.jpeg?w=650&q=90)

Setelah berhasil menguasai Yogyakarta, kemudian Belanda menangkap Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta, dan beberapa pejabat Indonesia. Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta dan beberapa pejabat Indonesia yang tertangkap kemudian diterbangkan untuk diasingkan di Bangka.

Namun, ternyata Presiden Soekarno, sudah punya perkiraan nih kalau cepat atau lambat Belanda bakal melakukan penyerangan. Sehingga beliau sudah membuat rencana. Yaitu, membuat surat kuasa kepada Menteri Kemakmuran Syafruddin Prawiranegara untuk membuat pemerintahan darurat sementara yaitu Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatera Barat, dengan tujuan agar Indonesia akan terus menyusun strategi untuk melawan Belanda.

Presiden Soekarno juga sudah membuat rencana cadangan seandainya pemerintahan darurat yang dibentuk ini gagal menjalankan tugas pemerintahan. PDRI yang diketuai oleh Syarifuddin Prawiranegara terus menyusun sejumlah perlawanan terhadap Belanda. Yaitu dengan membentuk lima wilayah pemerintahan militer di Sumatera yakni di Aceh, Tapanuli, Riau, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan, serta dibantu pula oleh berbagai laskar yang ada di Jawa.

Selain strategi yang diplomasi yang dibuat oleh Presiden Soekarno pasukan Indonesia yang dipimpin oleh Jenderal Sudirman dan Jenderal Nasution berhasil memberikan perlawanan yang gigih dan berhasil memperlambat kemajuan pasukan Belanda. Selain itu, pihak Indonesia juga menerima dukungan dari negara-negara di Asia dan Afrika yang baru saja merdeka.

Setelah berlangsung selama beberapa bulan, operasi ini akhirnya dihentikan pada tahun 1949 setelah Belanda dan Indonesia menandatangani Perjanjian Roem-Royen yang mengakui kemerdekaan Indonesia.

Agresi Militer Belanda II menyebabkan banyak korban jiwa di kedua belah pihak dan merusak infrastruktur dan ekonomi di Indonesia. Namun, operasi ini juga memperlihatkan semangat juang dan tekad yang tinggi dari para pejuang Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan mereka. Peristiwa ini juga menjadi bagian penting dari sejarah Indonesia dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaannya dari penjajahan. Agresi Militer 2 juga menimbulkan dampak, di antaranya adalah :

  1. Belanda mendapatkan kecaman dari dunia Internasional karena terus menerus dengan gencar menyerang Indonesia, yang mengakibatkan PBB mendesak Belanda untuk membebaskan para pemimpin yang ditangkap dan kembali memenuhi Perjanjian Renville. 
  2. Terbentuknya pemerintah darurat Republik Indonesia (PDRI) yang sampai akhir membuktikan kuatnya kekuasaan Indonesia. Hal ini sekaligus membuktikan pada dunia Internasional bahwa Republik Indonesia masih ada. 
  3. TNI melakukan perlawanan dengan cara gerilya, yang baru berakhir setelah ditandatanganinya Perjanjian Roem-Royen, yang menjadi tanda berakhirnya Agresi Militer 2 Belanda, yaitu pada tanggal 7 Mei 1949. 

 Untuk lebih jelas bagaimana bagaimana Agresi Militer 2 terjadi silahkan menonton video berikut


 Penulis : Rifa Irwan Sani, S.Pd., Gr.