Sejarah Perjanjian Konferensi Meja Bundar

Sumber : kemdikbud.go.id
Latar belakang

Konferensi Meja Bundar (KMB) Pada 18 Desember 1948, Belanda melakukan Agresi Militer II terhadap Indonesia, dan melanggar Perjanjian Renville yang telah disepakati bersama. Sebelumnya, Belanda juga melancarkan Agresi Militer I sebagai bentuk pelanggaran Perjanian Linggarjati. Agresi Militer II Belanda mendapat kecaman dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan dunia internasional. Terlebih lagi, Belanda menangkap sejumlah pimpinan Indonesia, termasuk Soekarno, Moh. Hatta, Haji Agus Salim, dan beberapa menteri kabinet yang tengah bertugas di ibu kota sementara, Yogyakarta. Baca juga: Konferensi Meja Bundar, Belanda Akui Kedaulatan Indonesia Pada 28 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB menegur Belanda, dan menuntut pengembalian seluruh petinggi RI beserta pemulihan pemerintahannya. Kemudian pada 4 April 1949, digelarlah Perundingan Roem-Royen antara Belanda dan Indonesia. Perundingan ini berakhir pada 7 Mei 1949, dan menghasilkan beberapa kesepakatan, antara lain disetujuinya pelaksanaan KMB di Den Haag, kembalinya Pemerintahan Indonesia ke Yogyakarta pada 6 Juli 1949, dan gencatan senjata.

Hasil Konferensi Meja Bundar (KMB)

  1. Belanda mengakui Indonesia sebagai Republik Indonesia Serikat (RIS). Indonesia menjadi sebuah negara yang berdaulat dan merdeka RIS terdiri dari 15 negara bagian yang dibentuk Belanda 
  2. Status Irian Barat diselesaikan dalam waktu satu tahun setelah pengakuan kedaulatan 
  3. Akan dibentuknya Uni Indonesia-Belanda 
  4. RIS mengembalikan hak milik Belanda, dan memberikan hak konsesi serta izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda 
  5. Pengambilalihan utang Hindia Belanda oleh Republik Indonesia Serikat.
Ditulis oleh : Dony Irawan, S.Pd., M.Pd