Sejarah Kerajaan Sriwijaya
1. Lokasi Kerajaan
Berdasarkan penemuan-penemuan prasasti disimpulkan bahwa Kerajaan Sriwijaya terletak di Sumatera Selatan, yaitu tepatnya di tepi Sungai Musi atau sekitar kota Palembang sekarang.
2. Sumber Sejarah
a. Sumber Berita Asing
Berita Arab, mengabarkan bahwa telah banyak pedagang Arab
yang melakukan kegiatan perdagangannya di Kerajaan Sriwijaya dan
mengenalnya sebagai Zabaq, Sabay, atau Sribusa. Bahkan di pusat Kerajaan
Sriwijaya ditemukan perkampungan-perkampungan orang-orang Arab sebagai
tempat tinggal sementara. Bahkan Raja Sriwijaya pernah mengirim surat
kepada Khalifah Umar Bin Khatab. Berita India, juga mengabarkan bahwa
bahwa raja dari Kerajaan Sriwijaya pernah menjalin hubungan dengan
Kerajaan Nalanda, dan Kerajaan Chola. Dengan Kerajaan Nalanda disebutkan
bahwa Raja Sriwijaya mendirikan sebuah prasasti yang dikenal dengan
nama Prasasti Nalanda. Namun hubungan dengan Kerajaan Chola
(Cholamandala) menjadi retak setelah raja Chola, yaitu Raja Rajendra
Chola, ingin menguasai Selat Malaka. Dari Berita Cina, dapat diketahui
bahwa pedagang-pedagang Kerajaan Cina telah menjalin hubungan
perdagangan dengan pedagang Shi-li-fo-shih (Sriwijaya). Para pedagang
Cina sering singgah di Kerajaan Sriwijaya untuk selanjutnya meneruskan
perjalanannya ke India maupun Romawi.
b. Sumber dalam Negeri
Berita-berita dalam negeri berasal dari prasasti-prasasti yang dibuat
oleh raja-raja dari Kerajaan Sriwijaya. Prasasti itu antara lain sebagai
berikut.
Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti berangka tahun 684 M itu menyebutkan bahwa raja
Sriwijaya bernama Dapunta Hyang yang membawa tentara sebanyak 20.000
orang berhasil menundukan Minangatamwan.
Prasasti Talang Tuwo
Prasasti berangka tahun 684 M itu menyebutkan tentang pembuatan Taman Srikesetra atas perintah Raja Dapunta Hyang.
Prasasti Telaga Batu
Prasasti itu menyebutkan tentang kutukan raja terhadap siapa
saja yang tidak taat terhadap Raja Sriwijaya dan juga melakukan
tindakan kejahatan.
Prasasti Kota Kapur
Prasasti berangka tahun 686 M itu menyebutkan bahwa Kerajaan
Sriwijaya berusaha untuk menaklukan Bumi Jawa yang tidak setia kepada
Kerajaan Sriwijaya dipekirakan Bumi Jawa yang dimaksud adalah Kerajaan
Tarumanegara. Prasasti tersebut ditemukan di Pulau Bangka.
Prasasti Karang Berahi
Prasasti berangka tahun 686 M itu ditemukan di daerah
pedalaman Jambi, yang menunjukan penguasaan Sriwijaya atas daerah itu.
Prasasti Ligor
Prasasti berangka tahun 775 M itu menyebutkan tentang ibu
kota Ligor dengan tujuan untuk mengawasi pelayaran perdagangan di Selat
Malaka.
Prasasti Nalanda
Prasasti itu menyebutkan Raja Balaputra Dewa sebagai Raja
terakhir dari Dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa Tengah akibat
kekalahannya melawan Kerajaan Mataram dari Dinasti Sanjaya. Dalam
prasasti itu, Balaputra Dewa meminta kepada Raja Nalanda agar mengakui
haknya atas Kerajaan Syailendra. Di samping itu, prasasti ini juga
menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 buah desa
dari pajak untuk membiayai para mahasiswa Sriwijaya yang belajar di
Nalanda.
Prasasti-prasasti dari Kerajaan Sriwijaya itu sebagian besar menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno.
3. Kehidupan Politik
a. Raja-raja yang memerintah
Raja-raja yang berhasil diketahui pernah memerintah Kerajaan Sriwijaya diantaranya sebagai berikut:
1. Raja Dapunta Hyang
Berita mengenai raja ini diketahui melalui Prasasti Kedukan
Bukit (683 M). Pada masa pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang telah
berhasil memeperluas wilayak kekuasaannya sampai ke wilayah Jambi, yaitu
dengan menduduki daerah Minangatamwan. Daerah ini memiliki arti yang
sangat strategis dalam bidang perekonomian, karena daerah ini dekat
dengan jalur perhubungan pelayaran perdagangan di Selat Malaka. Sejak
awal pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang telah mencita-citakan agar
Kerajaan Sriwijaya menjadi Kerajaan Maritim.
2. Raja Balaputra Dewa
Pada awalnya, Raja Balaputra Dewa adalah raja dari kerajaan Syailendra
(di Jawa Tengah). Ketika terjadi perang saudara di Kerajaan Syailendra
antara Balaputra Dewa dan Pramodhawardani (kakaknya) yang dibantu oleh
Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya), Balaputra Dewa mengalami kekalahan.
Akibat kekalahan itu, Raja Balaputra Dewa lari ke Sriwijaya. Di Kerajaan
Sriwijaya berkuasa Raja Dharma Setru (kakek dari Raja Balaputra Dewa)
yang tidak memiliki keturunan, sehingga kedatangan Raja Balaputra Dewa
di Kerajaan Sriwijaya disambut baik. Kemudian, ia diangkat menjadi raja.
Pada masa pemerintahan Raja Balaputra Dewa, Kerajaan Sriwijaya
berkembang semakin pesat. Raja Balaputra Dewa meningkatkan kegiatan
pelayaran dan perdagangan rakyat Sriwijaya. Di samping itu, Raja
Balaputra Dewa menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan yang berada di
luar wilayah Indonesia, terutama dengan kerajaan-kerajaan yang berada
di India, seperti Kerajaan Benggala (Nalanda) maupun Kerajaan Chola.
Bahkan pada masa pemerintahannya, kerajaan Sriwijaya menjadi pusat
perdagangan dan penyebaran agama Budha di Asia Tenggara.
3. Raja Sanggramawijayattunggawarman
Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Sriwijaya mendapat ancaman dari
Kerajaan Chola. Di bawah pemerintahan Raja Rajendra Chola, Kerajaan
Chola melakukan serangan dan berhasil merebut Kerajaan Sriwijaya. Raja
Sriwijaya yang bernama Sanggrama Wijayattunggawarman berhasil ditawan.
Namun pada masa pemerintahan Raja Kulotungga I di Kerajaan Cho, Raja
Sanggrama Wijayattunggawarman dibebaskan kembali.
b. Wilayah Kerajaan Sriwijaya
Keberhasilan Sriwijaya menguasai Palembang, menyebabkan ibu kota
Kerajaan Sriwijaya dipindahkan dari Muara Takus ke Palembang. Dari
Palembang, Kerajaan Sriwijaya dengan mudah dapat menguasai daerah-daerah
di sekitarnya seperti Bangka, Jambi Hulu dan mungkin juga Jawa Barat
(Tarumanegara).
Pada abad ke-8 M, perluasan Kerajaan Sriwijaya ditujukan ke arah utara,
yaitu menduduki Semenanjung Malaya dan Tanah Genting Kra sampai ke
Thailand Selatan. Pendudukan terhadap daerah Semenanjung Malaya
bertujuan untuk menguasai daerah penghasil lada dan timah dan menguasai
lintas jalur perdagangan antara Cina dan India. Tanah Genting Kra sering
dipergunakan oleh para pedagang untuk menyeberang dari perairan Lautan
Hindia ke Laut Cina Selatan, untuk menghindari persinggahan di pusat
Kerajaan Sriwijaya. Pada akhir abad ke-8 M, Kerajaan Sriwijaya telah
berhasil menguasai seluruh jalur perdagangan di Asia Tenggara, baik yang
melalui Selat Malaka, Selat Karimata, dan Tanah Genting Kra.
c. Sriwijaya sebagai Negara Maritim
Semakin ramainya aktifitas pelayaran perdagangan di Kerajaan Sriwijaya
mengakibatkan Kerajaan Sriwijaya menjadi tempat pertemuan para pedagang
atau pusat perdagangan di Asia Tenggara. Bahkan para pedagang dari
Kerajaan Sriwijaya juga melakukan hubungan sampai di luar wilayah
Indonesia, seperti ke Cina di sebelah utara, atau Laut Merah dan Teluk
Persia di sebelah barat. Itulah sebabnya, Kerajaan Sriwijaya lebih
dikenal sebagai kerajaan maritim.
d. Hubungan dengan Luar Negeri
Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di
luar wilayah Indonesia, terutama dengan kerajaan-kerajaan yang berada di
India, seperti Kerajaan Pala/Nalanda di Benggala dan Kerajaan
Cholamandala di Pantai Timur India Selatan.
4. Kehidupan Ekonomi
Sebagai negara maritim masyarakat Sriwijaya sebagian besar bernata
pencaharian sebagai pedagang dan nelayan. Dilihat dari letak geografis,
daerah Kerajaan Sriwijaya mempunyai letak yang sangat strategis, yaitu
di tengah-tengah jalur pelayaran perdagangan antara India dan Cina. Di
samping itu, letak Kerajaan Sriwijaya dekat dengan Selat Malaka yang
merupakan urat nadi perhubungan bagi daerah-daerah di Asia Tenggara.
Komoditas dagang seperti rempah-rempah, emas dan perak diperoleh dari
upeti negeri vasal (Kerajaan Bawahan)
5. Kehidupan Budaya
Menurut berita dari Tibet, seorang pendeta bernama Atica datang dan tinggal di Sriwijaya (1011-1023 M) dalam rangka belajar agama Budha dari seorang guru besar yang bernama Dharmapala. Menurutnya, Sriwijaya merupakan pusat agama Budha Mahayana di luar India. Tetapi walaupun Kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai pusat agama Budha, tidak banyak peninggalan purbakala seperti candi-candi atau arca-arca sebaga tanda kebesaran Kerajaan Sriwijaya dalam bidang kebudayaan. Perkembangan ajaran agama Buddha Mahayana di Kerajaan Sriwijaya tidak terlepas dari pujangga yang berasal dari Kerajaan Sriwijaya diantaranya Dharmapala dan Sakyakirti. Dharmapala adalah seorang guru besar agama Budha dari Kerajaan Sriwijaya. Ia juga pernah mengajar agama Budha di Perguruan Tinggi Nalanda (Benggala).Peninggalannya dapat kita lihat pada beberapa Candi Buddha seperti Candi Muara Takus, Candi Biaro Bahal dan lain-lain
Ditulis oleh : Bahtiar Rifai, S.Pd
Gabung dalam percakapan