Prinsip Penelitian Sejarah

 

Amatilah gambar di atas kemudian bandingkanlah objek dari kedua penelitian tersebut. Kesimpulan apa yang kalian perolah dari gambar di atas? Seperti ilmu yang lain, sejarah juga mempunyai objek penelitian. Objek penelitan sejarah adalah peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa lampau. Cara yang dilakukan dalam penelitian sejarah disebut metode sejarah. 

1. Pengertian Penelitian Sejarah

Riset atau penelitian adalah suatu proses investigasi yang dilakukan dengan aktif, tekun, dan sistematis, yang bertujuan menemukan, menginterpretasi, dan merevisi fakta-fakta, sehingga menghasilkan suatu pengetahuan yang lebih mendalam mengenai suatu peristiwa, tingkah laku, teori, atau hukum, serta membuka peluang bagi penerapan praktis dari pengetahuan tersebut. Riset adalah sinonim dari penelitian, yaitu proses penyelidikan sistematis yang memerlukan pengumpulan data, dokumntasi informasi penting, analisis dan interpretasi data dengan metodologi yang sesuai.

Untuk dapat menulis kembali peristiwa masa lalu menjadi suatu tulisan yang mudah difahami dan menarik, diperlukan suatu metode. Dalam ilmu sejarah digunakan metode penelitian sejarah biasa disebut metode sejarah. Metode penelitian sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis sumber sejarah dan peninggalan masa lampau dalam rangka menghasilkan gambaran yang benar tentang peristiwa itu. Proses penelitian sejarah harus berdasarkan fakta yang terjadi sehingga tidak ada manipulasi data atau kontrol variabel dalam dalam bentuk apapun seperti dalam penelitian eksperimen lainnya. Hal ini karena penelitian sejarah merupakan metodologi penelitian yang mencoba merekontruksi apa yang terjadi dari beberapa periode waktu tertentu dan juga ditangkap dengan lengkap dan seakurat mungkin sehingga tercapai tujuan akhir penelitian sejarah yakni membuat orang mengenal dan belajar mengenai masa lalu.

Menurut Alfian (dalam Santoso: 2006) penelitian sejarah merupakan seperangkat aturan dan prinsip-prinsip yang sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber secara efektif, menialinya secara kritis, dan mengujikan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tulisan.. Senada dengan Gilbert, Louis Gottschhalk mengatakan, metode sejarah adalah suatu kegiatan mengumpulkan, menguji, dan menganalisa data yang diperoleh dari peninggalan-peninggalan masa lalu, kemudian direkonstruksi berdasarkan data yang diperoleh sehingga menghasilkan kisah sejarah. Dengan menggunakan metode sejarah maka pertanyaan-pertanyaan dasar penelitian berikut ini dapat dijawab tuntas sehingga pada gilirannya mendukung sebuah historiografi yang layak. Pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud adalah :

  • Apa (peristiwa apa) yang terjadi (what)?
  • Kapan terjadinya peristiwa itu (when)?
  • Dimana terjadinya peristiwa itu (where)?
  • Siapa saja yang terlibat dalam peristiwa itu dan apa hubungaan antar pelaku (who)?
  • Mengapa peristiwa itu terjadi (why)? Apa latarbelakannya? Apa saja factor-faktor pemicunya?
  • Bagaimana proses terjadinya peristiwa itu (how)? 
  • Apa dampaknya terhadap kehidupan manusia waktu itu?

Berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa pengertian penelitian sejarah mengandung beberapa unsur pokok yaitu :

  1. Adanya proses pengkajian peristiwa atau kejadian masa lalu ( berorientasi pada masa lalu ) 
  2. Usaha dilakukan secara sistematis dan objektif 
  3. Merupakan serentetan gambaran masa lalu yang integrative antarmanusia, peristiwa, ruang, dan waktu. 
  4. Dilakukan secara interaktif dengan gagasan, Gerakan, dan intuisi yang hidup pada zamannya (tidak dapat dilakukan secara parsial)

2. Tujuan Penelitian Sejarah

Penelitian sejarah mempunyai tujuan :

  1. Membuat orang menyadari apa yang akan terjadi pada masa lalu sehingga mereka mungkin mempelajari dari kegagalan dan keberhasilan masa lampau.
  2. Mempelajari bagaimana sesuatu telah dilakukan pada masa lalu, untuk melihat jika mereka dapat mengaplikasikan masalahnya pada masa sekarang. 
  3. Membantu memprediksikan sesuatu yang akan terjadinpada masa mendatang 
  4. Membantu menguji hipotesisyang berkenaan dengan hub ungan atau kecenderungan 
  5. Memahami praktik dan politik Pendidikan secara lebih lengkap

3. Langkah-langkah Penelitian Sejarah

Melakukan penelitian sejarah haruslah melalui tahapan-tahapan atau langkah-langkah seperti halnya penelitian lainnya. Langkah-langkah penelitian sejarah adalah:

  1. Heuristik
  2. Verifikasi 
  3. Interpretasi 
  4. Historiografi

Proses/langkah tersebut lazim disebut dengan proses metodologis dalam penelitian, yaitu langkah-langkah atau proses yang digunakan di dalam mencari dan menemukan jalan menuju kebenaran sejarah. Sedangkan kemampuan menjalankan proses tersebut secara baik disebut kemampuan metodologis. Kemampuan metodologis sangat menentukan apakah seorang peneliti dapat dipercaya atau tidak (faktor kredibilitas). Krediilitas yang tinggi artinya bahwa dalam pandanan komunitas sejarawan dan masyarakat, peneliti tersebut mengikuti prosedur-prosedur ilmiah atau metode ilmiah yang ketat serta bersikap serius dalam meneliti subjeknya. Kemampuan metodologis harus juga disertai dengan kemampuan lain, yaitu kemampuan teknis. 

Kemampuan ini menyangkut apakah peneliti mahir menjalankan tiap-tiap tahap penelitian dengan sarana penelitian yang tersedia. Dalam proses metodologis dan proses teknis inilah sejarawan terlibat dalam apa yang sering kita sebut proses rekonstrukturisasi masa lalu, yang hasilnya diharapkan memberikan gambaran yang benar tentang suatu peristiwa masa lalu yang diteliti itu. Kendati demikian, agar proses ilmiah di atas berjalan lancar dan bermutu, sebelum melakukan tahapan penelitan (proses metodologi, teknis), sejarawan perlu memiliki keamampuan standar, yaitu kemampuan teoritis. Kemampuan teoritis terkait erat dengan kapasitas keilmuan peneliti, yang dalam konteks penelitian akan sangat berpengaruh pada sejauh mana ia dapat menerapkan teori atau prinsip yang menjadi landasan penelitian. Kapasitas keilmuan yang tinggi umumnya menyangkut pertanyaan apakah peneliti sejarah itu berasal dari latar belakang keilmuan yang terkait dan menguasai dengan baik bidang yang ditelitinya.

1. Heuristik (Pengumpulan Sumber)

Langkah pertama di dalam penelitan sejarah adalah heuristic, namun demikian sebelum melangkah ke tindakan heuristik itu peneliti harus terlebih dahulu sudah mengetahui topik atau tema apa yang akan menjadi objek penelitiannya. Topik dipilih berdasarkan dua pertimbangan, yaitu kedekatan emosional dan kedekatan intelektual. Kedekatan emosional adalah hubungan pribadi antara peneliti dengan objek yang ditelitinya. Misalnya, seorang peneliti yang lahir dan tinggal di Jakarta akan lebih bagus menulis sejarah kota Jakarta daripada peneliti yang tinggal di luar kota. Kemampuan intelektual adalah tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seorang peneliti terhadap objek yang ditelitinya. Misalnya, seorang ahli sejarah tentang sosial-ekonomi tidak akan mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang perkembangbiakan tanaman. Jadi, sebuah penelitian harus dilakukan oleh orang yang ahli dibidangnya.

Pemilihan topik penelitian juga dapat didasarkan pada unsur-unsur berikut ini :

  1. Bernilai artinya peristiwa sejarah yang diungkap tersebut harus bersifat unik, kekal dan abadi. 
  2. Keaslian (orisinalitas) artinya peristiwa sejarah yang diungkap hendaknya berupa upaya pembuktian baru atau ada pamdangan baru akibat munculnya teori dan metode baru 
  3. Praktis dan efisien, artinya peristiwa sejarah yang diungkap terjangkau dalam mencari sumbernya dan mempunyai hubungan yang erat dengan peristiwa itu. 
  4. Kesatuan, artinya unsur-unsur yang dijadikan bahan penelitian itu mempunyai satu kesatuam ide.

Setelah mengetahui topik atau tema penelitian, maka peneliti dapat menggunakan langkah-langkah-langkah atau proses metodologis penelitian sejarah. Langkah pertama adalah Heuristik. Heuristik berasal dari bahasa Yunani, heurikein yang berarti menemukan. Dalam kegiatan penelitian sejarah, heuristik berarti kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan menghimpun jejak-jejak masa lalu berupa sumber-sumber sejarah. 

Berdasarkan cara memperolehnya sumber-sumber sejarah itu dapat berupa sumber primer dan sumber sekunder, yaitu :

  • Data primer, yaitu sumber yang datang langsung dari sumber pertama. Sumber primer dapat berupa keterangan langsung dari pelaku dan saksi sejarah, dokumen asli, laporan atau catatan, foto, benda peninggalan, film, dan artefak. 
  • Sumber sekunder, yaitu informasi yang diperoleh dari pihak kedua seperti buku teks, Koran, majalah, ensiklopedi, tinjauan penelitian, dan referensi-referensi lain. 

Berdasarkan bentuknya, sumber sejarah terdiri dari : 

  • Sumber tulisan, yaitu sumber berbentuk tulisan yang mengandung informi tentang suatu peristiwa sejarah. Contoh, prasasti, naskah, buku, dokumen tertulis, arsip, Koran, dan internet. 
  • Sumber benda, yaitu sumber sejarah berbentuk artefak atau hasil-hasil budaya yang ditinggalkan langsung dari zamannya. Contoh, peralatan penunjang kegiatan manusia sehari-hari, senjata, fosil, pakaian, serta bangunan-bangunan bersejarah.
  • Sumber lisan, yaitu keterangan-keterangan yang diperoleh dari pelaku dan saksi sejarah. Contoh, rekaman pidato, video, hasil wawancara. Untuk melacak sumber-sumber tersebut, sejarawan harus dapat mencari di berbagai tempat seperti di perpustakaan dan kantor arsip atau mengunjungi situs-situs sejarah di internet.


Beberapa masalah yang kerap muncul terkait sumber sejarah yang sudah didapatkan adalah :

  • Sumber tidak boleh sembarangan dibaca (pada daerah tertentu yang boleh membacanya hanya orang-orang tertentu)
  • Kesulitan dalam memahami bahasa yang digunakan 
  • Lebih banyak menggunakan tulisan tangan (sumber tua) 
  • Sumber masih tertutup (batas dibukanya sumber sekitar 25 tahun)

Tempat yang kita jadikansebagai pencarian sumber sejarah tergantung pada jenis sumber yang kita butuhkan. Jika membutuhkan sumber tertulis, kita dapat memperolehnya di perpustakaan, kantor arsip, kantor-kantor pemerintah, museum, dan tempat-tempat lainnya.Lokasi yang kita jadikan penelitian pun dapat dijadikan tempat pencarian sumber. Di lokasi penelitian kita dapat menemukan sumber-sumber yang berbentuk benda atau artefak, lapisan tanah, dan juga sumber lisan dari para pelaku atau saksi sejarah yang masih hidup pada masa yang kita teliti. Kita juga dapat mencari sumber primer atau arsip di Kantor Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) di Jakarta. Di beberapa daerah pun terdapat kantor-kantor arsip daerah yang menyimpan sumber-sumber sejarah daerahnya, yang dapat digunakan sebagai bahan untuk meneliti / menulis sejarah lokal.

2. Verifikasi (Kritik)

Verifikasi (kritik) merupakan kemampuan menilai sumber-sumber sejarah yang telah dicari (ditemukan).. Setelah data terkumpul dan terorganisasi dengan baik, proses berikutnya adalah menguji keaslian dan keabsahan data. Proses ini lazim disebut verifikasi atau kritik sumber. Menurut Sumargono dalam bukunya Metodologi Penelitian Sejarah (2021), kritik sumber sejarah adalah upaya mendapatkan kredibilitas sumber Setiap sumber harus diuji keaslian dan keabsahannya karena setiap sumber dapat saja dipengaruhi oleh prasangka, kondisi ekonomi, dan iklim politik saat penelitian berlangsung. Pengujian dilakukan dengan membandingkan, memilah, menghubung-hubungkan antar data, demi mendapatkan data yang relevan dan paling mendekati kebenaran. Data sejarah atau bukti-bukti sejarah yang telah melewati verifikasi kemudian menjadi fakta sejarah. 

Ditinjau dari sifatnya, fakta sejarah dapat dikategorikan dalam dua jenis:

1) Fakta keras (hard fact), yaitu fakta yang telah diterima kebenarannya atau fakta yang sudah pasti dan tidak perlu untuk diperdebatkan lagi. Contoh, pada 17 Agustus 1945 Soekarno - Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia 

2) Fakta lunak (soft fact), yaitu fakta yang masih memerlukan bukti lebih kuat lagi untuk diyakini kebenarannya. Contoh, lokasi pusat kerajaan Sriwijaya yang sampai saat ini masih belum dapat dipastikan dengan benar dan diskusi tentang hal ini masih terus berlangsung.

Ditinjau dari wujudnya, fakta dapat dibedakan menjadi :
1) Fakta mental, yaitu fakta yang bersifat abstrak seperti perasaan, pandangan, keyakinan, dan kepercayaan. Contoh, gambaran atau pandangan para bangsawan terhadap nilai-nilai tradisi seperti memberi sesaji, mencuci pusaka keraton pada saatsaat tertentu, dan melakukna ritual pemujaan terhadap penguasa Laut Selatan. 

2) Fakta sosial, yaitu konteks hubungan antar manusia dan situasi masyarakat pada saat peristiwa terjadi. Contohnya, bagaimana kondisi sosial masyarakat Majapahit ketika Prabu Hayam Wuruk menjadi raja. Lembaga-lembaga apa saja yang berfungsi sebagai pengatur masyarakat. Bagaimana raja mengatur kehidupan beragama warganya

Dalam tahapan kritik sumber atau verifikasi ini, terdapat dua cara melakukan kritik sumber, yaitu:

2.1) Kritik ekstern 

Kritik ekstern didalam penelitian sejarah umumnya menyangkut keaslian atau keautentikan bahan yang digunakan dalam pembuatan sumber sejarah, seperti prasasti, dokumen, dan naskah. Bentuk penelitian yang dapat dilakukan sejarawan , misalnya tentang waktu pembuatan dokumen tersebut (hari dan tanggal)atau penelitian tentang bahan (materi) pembuatan dokumen itu sendiri. Sejarawan dapat mengidentifikasi penggunaan tinta untuk penulisan sumber, tulisan tangan, tanda tangan, materai, atau jenis hurufnya. yaitu kritik terhadap keaslian informasi atau dokumen seperti bahannya (dokumen dengan tulisannya) dan orangnya (pelaku dan saksi). Keaslian dokumen diverifikasi tidak hanya terbatas pada sumber tertulis saja, tetapi juga terhadap sumber benda (seperti artefak), penjelasan pelaku atau saksi sejarah yang sering disebut sebagai sejarah lisan, dan lain-lain. Kritik eksternal dilakukan menyangkut pertanyaan-pertanyaan:

1) Apakah sumber tersebut merupakan sumber yang dikehendaki (autentisitas) ? 

2) Apakah sumber tersebut asli atau turunan (orisinaliitas) ? 

3) Apakah sumber tersebut masih utuh atau sudah diubah (integrasi) ?

2.2) Kritik intern 

Kritik intern adalah usaha untuk menentukan atau menyeleksi kredibilitas sumber-sumber sejarah yang telah terkumpul. Kritik intern lebih menyangkut isi dari sumber-sumber sejarah. , apakah dapat dipercaya atau tidak. Dalam hal ini seorang peneliti sejarah harus bersifat objektif dan netral dalam menggunakan data yang telah diperoleh sehingga peristiwa sejarah itu terjamin kebenarannya. Unsur didalam dokumen dianggap relevan dan kredibel apabila unsur tersebut paling dekat dengan peristiwa yang terjadi. Kritik intern umumnya terkait erat dengan keabsahan (validitas) dan makna data. Dalam hal keabsahan data, kritik internal menggunakna pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

  • Apa yang dimaksudkan penulis dengan setiap kata atau pertanyaan dalam data ?
  • Seberapa jauh penulis dapat dipercaya 
  • Bagaimana menafsirkan (interpretasi) kata-kata yang digunakan penulis ?

3. Interpretasi (Analitis dan Sintetis)

Interpretasi adalah penafsiran suatu peristiwa atau memberikan pandangan teoritis terhadap suatu peristiwa sejarah berdasarkan fakta yang ada. Fakta-fakta sejarah itu kemudian disusun sehingga menjadi rangkaian yang berhubungan selaras dan masuk akal. Ada dua macam interpretasi, yaitu :

a. Interpretasi analitis, yaitu menguraikan semua sumber yang ada. Menganalisis beberapa kemungkinan yang terkandung dalam suatu sumber sejarah. Misalnya, dalam dokumen yang berisi daftar anggota wajib militer suatu negara. Dalam daftar tersebut terdapat sejumlah nama yang menunjukkan kekhasan daerah tertentu. Berdasarkan daftar tersebut dapat dianalisis bahwa anggota wajib militer itu berasal dari berbagai daerah di negara tersebut.

b. Interpretasi sintetis, yaitu menyatukan semua sumber yang ada. Beberapa yang ada dikelompokkan menjadi satu dengan generalisasi konseptual. Misalnya, data tentang pertempuran, rapat-rapat, mobilisasi masa, penggantian pejabat, serta penurunan dan pengibaran bendera. Interpretasi sintetis dari data-data tersebut menghasilkan fakta bahwa telah terjadi revolusi.

Proses interpretasi dan penyusunan fakta bersifat selektif karena tidak mungkin semua fakta dimasukkan ke dalam cerita. Fakta yang dipilih adalah fakta yang relevan dengan topik penelitian. Interpretasi terhadap fakta sering menyebabkan perbedaan dalam penulisan sejarah, sebab pada tahap ini muncul subjektvitas. Perbedaan interpretasi sering disebabkan oleh : 

  • Adanya pandangan yang berbeda di kalangan sejarawan 
  • Wawasan atau pengetahuan yang terbatas 
  • Ketertarikan yang berbeda 
  • Perbedaan idiologi 
  • Perbedaan kepentingan kelompok 
  • Latarbelakang sosial yang berbeda 
  • Perbedaan tujuan penulisan

Tahap interpretasi adalah tahap yang paling rawan bagi timbulnya biasa dalam cerita sejarah. Disinilah integritas seorang sejarawan dipertaruhkan. Guna menghasilkan interpretasi yang baik, ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang peneliti, antara lain keterampilan dalam membaca sumber. Keterampilan ini mencakup kemampuan dalam menafsirkan makna bahasa yang digunakan pada sumber, khususnya sumber tertulis. Misalnya, dokumen yang digunakan berbahasa Jawa Kuno atau berbahasa Belanda. Untuk dapat menginterpretasi isi dokumen itu, seorang peneliti harus mengetahui struktur bahasa Jawa Kuno dan struktur bahasa Belanda karena struktur bahasa pada masing-masing bahasa mempunyai karakter tersendiri.

4. Historiografi 

Historiografi merupakan tahap terakhir dari kegiatan penelitian untuk penulisan sejarah. Historiografi berasal dari bahasa latin historiographia : historia berarti sejarah, narasi ; dan graphia berarti penulisan. Pada tahap historiografi, fakta-fakta yang telah dikumpulkan dikritik dan diinterpretasi kemudian disajikan dalam bentuk tulisan yang logis, sistematis, dan bermakna. Fakta-fakta sejarah bagaikan permainan puzzle yang berbentuk potongan-potongan gambar. Oleh sejarawan potongan-potongan gambar tersebut dikumpulkan kemudian disusun sesuai dengan alurnya sehingga terbentuk gambar yang sesuai. Sama seperti dalam sejarah, sejarawan mengumpulkan fakta-fakta yang ada kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan atau cerita yang sering disebut dengan Historiografi (penulisan sejarah).Menulis cerita sejarah bukan sekedar menyusun dan merangkai fakta-fakta hasil penelitian tetapi juga menyampaikan ide, gagasan, serta emosi kita melalui interpretasi sejarah. Oleh karena itu dibutuhkan kecakapan dan kemahiran dalam menulis. Dewasa ini, ada tuntutan baru agar historiograpi lebih dari sekedar narasi peristiwa, kendati narasi peristiwa tetap dianggap sebagai tuntutan minimal asalkan lengkap dan komprehensif. Menurut sifatnya, terdapat dua model penulisan historiografi, yaitu :

1) Historigrafi diskriptif-naratif, yaitu penulisan sejarah hanya berisi barasi kronologisfakta peristiwa yang telah diinterpretasikan tanpa ada suatu analisis yang lebih mendalam terhadap peristiwa tersebut. Jadi model ini bersifat informatif. Menurut R.Moh.Ali, dalam model penulisan diskriptif-naratif ini, rangkaian kejadian dan peristiwa dibuat berjajar dan berderet-deret (kronologis) tanpa menjelaskan latar belakangnya, kesalingterkaitan peristiwa, serta hubungan sebab akibat di antaranya.

2) Historiografi deskriptif-eksplanatif atau deskritif-argumentatif, yaitu narasi peristiwa diberi bobot tambahan, yaitu analisis peristiwa. Analisis itu terutama berfokus pada hubungan sebab akibat (kausalias) serta dampak peristiwa bagi generasi pada peristiwa itu terjadi serta bagi generasi setelahnya. Untuk menambah ketajaman dan bobot analisis sejarah, dewasa ini pendekatan interdisipliner yang melibatkan ilmu-ilmu sosial sangat diperlukan. Pendekatan ini terutama untuk penelitan serta model penulisan sejarah diskriptif-eksplanasi. Ilmu-ilmu sosial itu diantaranya sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, geografi, dan demografi. Penggunaan ilmu-ilmu sosial ini hanya sebagai ilmu bantu dalam rangka mempertajam analisis bukan untuk dijadikan sejarah sebagia ilmu sosial. Sebab tidak seperti ilmu-ilmu sosial, peristiwa sejarah itu bersifat diakronis (memanjang dalam waktu atau berkesinambungan dan dalam ruang yang terbatas atau sempit) dan idiografis (unik).

Sumbangan ilmu-ilmu sosial terhadap penulisan peristiwa sejarah adalah sebagai berikut :

1. Arkeologi . Arkeolog memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi sumber-sumber sejarah , terutama sumber benda berupa bangunan bersejarah dan artefak.Proses identifikasi yang dilakukan oleh arkeolog biasanya berhubungan dengan lokasi penemuan, jenis dan fungsi artefak, usia, dan perkiraan zaman penggunaan benda tersebut.seorang arkeolog juga mendapat bantuan dari ilmu-ilmu lain, salah satunya dari ilmu pedologi uaitu ilmu untuk mengenali jenis-jenis lapisan tanah , sehingga usia benda-benda yang ditemukan dalam proses ekskavasi (penggalian) dapat diperkirakan dengan lebih tepat.

2. Antropologi dan sosiologi. Antropologi dengan sosiologi mirip namun terdapat perbedaan diantara keduanya. Antropologi menitikberatkan pada penduduk dengan adat istiadat dan karakteristik yang sama. Sedangkan sosiologi menitikberatkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya .Sosiologi sangat membantu ilmu sejarah terutama dalam memahami interaksi atau hubungan antar manusia serta membantu menjelaskan aktifitas Bersama (kolektif) manusia pada masa lampau. Banyak teori sosiologi yang dapat membantu seorang sejarawan dalam proses interpretasi .

3. Geografi . Ilmu geografi membantu ilmu sejarah yang berkaitan dengan latar geografis tempat peristiwa sejarah terjadi.Dimensi ruang ini membantu menjelaskan kejadian sejarah, terutama yang berhubungan dengan lokasi, kondisi, struktur, dan bentuk tanah.

4. Ekonomi. Ilmu ekonomi membantu menjelaskan suatu peristiwa dan cara manusia berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya pada masa lampau. 


 

Ditulis oleh : Heri Rohayuningsih . S. Pd