Perjuangan Sultan Hasanuddin Melawan VOC
Sumber : en.wikipedia.org/wiki/Hasanuddin_of_Gowa Sultan Hasanuddin diabadikan pada perangko tahun 2006 |
Sultan Hasanuddin (Dijuluki Ayam Jantan dari Timur oleh Belanda) (12 Januari 1631 – 12 Juni 1670) adalah Sultan Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama Muhammad Bakir I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape sebagai nama pemberian dari Qadi Islam Kesultanan Gowa yakni Syeikh Sayyid Jalaludin bin Ahmad Bafaqih Al-Aidid, seorang mursyid tarekat Baharunnur Baalwy Sulawesi Selatan yang juga adalah gurunya, termasuk guru tarekat dari Syeikh Yusuf Al-Makassari. Setelah menaiki takhta, ia digelar Sultan Hasanuddin, setelah meninggal ia digelar Tumenanga Ri Balla Pangkana. Karena keberaniannya, ia dijuluki De Haantjes van Het Osten oleh Belanda yang artinya Ayam Jantan dari Timur. Ia dimakamkan di Katangka, Kabupaten Gowa. Ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden No. 087/TK/1973, tanggal 6 November 1973.
Sultan Hasanuddin lahir di Makassar pada 12 Januari 1631. Sultan Hasanuddin lahir dari pasangan Sultan Malikussaid, Sultan Gowa ke-15, dengan I Sabbe To’mo Lakuntu. Jiwa kepemimpinannya sudah menonjol sejak kecil. Selain dikenal sebagai sosok yang cerdas, dia juga pandai berdagang. Karena itulah dia memiliki jaringan dagang yang bagus hingga Makassar, bahkan dengan orang asing.
Hasanuddin kecil mendapatkan pendidikan keagamaan di Masjid Bontoala. Sejak kecil, dia sering diajak ayahnya untuk menghadiri pertemuan penting dengan harapan bisa menyerap ilmu diplomasi dan strategi perang. Beberapa kali dia dipercaya menjadi delegasi untuk mengirimkan pesan ke berbagai kerajaan.
Ketika memasuki usia 21 tahun, Hasanuddin diamanatkan jabatan urusan pertahanan Gowa. Ada dua versi sejarah yang menjelaskan pengangkatannya menjadi raja, yaitu saat dia berusia 24 tahun atau pada 1655 dan saat dia berusia 22 tahun atau pada 1653. Terlepas dari perbedaan tahun, Sultan Malikussaid telah berwasiat supaya kerajaannya diteruskan oleh Hasanuddin.
Selain dari ayahnya, dia memperoleh bimbingan mengenai pemerintahan melalui Mangkubumi Kesultanan Gowa, Karaeng Pattingaloang. Sultan Hasanuddin merupakan guru dari Arung Palakka, salah satu Sultan Bone yang kelak akan berkongsi dengan Belanda untuk menjatuhkan Kesultanan Gowa.
Seperti yang dicatat dalam buku Peristiwa Tahun-Tahun Bersejarah Daerah Sulawesi Selatan dari Abad ke XIV (1985), Sultan Malikusaid wafat pada 6 November 1653. Hasanuddin pun naik takhta sebagai raja baru dan langsung membawa kerajaan mencapai puncak kejayaan, termasuk menguasai jalur perdagangan utama di Nusantara bagian timur.
Namun, masa-masa keemasan itu mulai terancam sejak orang-orang Belanda berbendera VOC menyambangi Sulawesi bagian selatan pada pertengahan abad ke-17. VOC tergiur ingin menguasai perdagangan di kawasan yang sangat strategis tersebut. Belanda berharap kebijakan Sultan Hasanuddin lebih lunak daripada mendiang ayahnya.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sagimun Mulus Dumadi dalam buku berjudul Sultan Hasanuddin Menentang VOC (1986), Hasanuddin memberikan izin kepada tiga orang Belanda untuk tinggal di Somba Opu, ibu kota Kesultanan Gowa saat itu.
Ternyata, kebaikan hati sang sultan disalahgunakan. Orang-orang Belanda tersebut tertangkap basah telah mengirimkan surat ke Batavia. Dalam surat itu disebutkan bahwa pihak VOC diminta melakukan persiapan untuk melancarkan serangan ke Kesultanan Gowa pada tahun berikutnya.
Terang saja Sultan Hasanuddin murka dan merasa kecolongan. Dia kemudian bergegas memerintahkan pembangunan benteng-benteng pertahanan untuk mengantisipasi serbuan pasukan Belanda yang kemungkinan besar akan segera datang. Sehubungan dengan semakin meningkatnya tekanan Kompeni Belanda, pada suatu malam, tepatnya pada Februari 1660, Sultan Hasanuddin memanggil Tobala Arung Tanette, selaku pejabat yang dipercaya oleh Kesultanan Makassar untuk memimpin orang Bone.
Sultan Hasanuudin meminta agar Tobala Arung Tanette bisa menggalang kekuatan orang Bone guna memperkuat pertahanan Makassar yang akan berhadapan dengan Kompeni Belanda. Dalam pembicaraan itu, Tobala Arung Tanette mengatakan bahwa dia selaku pemimpin orang Bugis Bone dan demi menjaga harga diri dan martabat orang Bugis Bone, Tobala berjanji, bahwa dia bersama dengan orang Bugis Bone akan berperang bersama Sultan Hasanuddin dalam melawan Kompeni Belanda yang ingin menaklukkan Makassar sebagai bandar niaga maritisme terbesar di Kepulauan Nusantara Bagian Timur waktu itu.
Keinginan untuk menghentikan ketamakan VOC dilakukan dengan cara mempersiapkan seluruh kekuatan yang ada, sebagai contoh mendirikan beberapa benteng pertahanan di sepanjang pantai, berkoordinasi dengan para sekutu. Melihat persiapan yang dilakukan oleh Sultan hasanudiin VOC ternyata juga memprsiapkan diri dengan tipu dayanya melalui politik Devide et Impera, VOC menjalin hubungan dengan seorang Pangeran Bugis dari Bone yang bernama Aru Palaka.
Tanggal 7 Juli 1667, meletus Perang antara Goa melawan VOC. VOC dipimpin oleh Cornelis Janszoon Spelman, diperkuat oleh pengikut Aru Palaka dan ditambah orang-orang Ambon di bawah pimpinan Jonker van Manipa. Karena Kekuatan VOC yang dilebih besar dibangsing kekutaan begitu pula dengan persenjataan yang lebih modern VOC berhasil mendesak pasukan Hasanuddin. Benteng pertahanan tentara Goa di Barombang dapat diduduki oleh pasukan Aru Palaka. Hal ini menandai kemenangan pihak VOC atas kerajaan Goa.
Hasanuddin kemudian dipaksa untuk menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667, yang isinya antara lain sebagai berikut.
- Goa harus mengakui hak monopoli VOC
- Semua orang Barat, kecuali Belanda harus meninggalkan wilayah Goa
- Goa harus membayar biaya perang
Isi perjanjian Bongaya sangatlah bertentangan dengan hati nurani dan kebudayaan yang telah tertanam lama dalam hidup kerajaan Goa maka Pada tahun 1668 Sultan Hasanuddin mencoba menggerakkan kekuatan rakyat untuk kembali melawan kesewenang-wenangan VOC itu. Namun perlawanan ini segera dapat dipadamkan oleh VOC. Karena kegigihannya dalam melawan VOC Sultan hasuanudiin mendapatkan julukan dari rakyatnya sebagai Ayam Jantan dari Timur.
Ditulis oleh : Acin Mahir Cuma Bisa, S.Pd
Gabung dalam percakapan